Produksi beras lebih rendah daripada pertambahan penduduk yang pesat. Sementara lahan pertanian terus berkurang, akibat alih fungsi. Oleh karena itu tanpa adanya perluasan atau penambahan lahan, Indonesia akan tetap dibayangi dengan ancaman defisit pangan.
Demikian diutarakan peneliti dari Kementerian Pertanian RI Effendi Pasandaran, dalam workshop "Menghindari Krisis Pangan dengan Pengembangan Pertanian Terpadu yang Didukung Peternakan Menuju Swasembada Pangan" di LIPI Jakarta, Kamis (8/11).
Bangkitnya kesadaran masyarakat di era tahun 1950-an sempat membawa bangsa Indonesia kepada swasembada pangan. Tapi dengan kondisi pangan seperti sekarang ini, diprediksi bisa terjadi krisis pangan pada 2025, ungkap Effendi.
"Belum lagi permasalahan-permasalahan. Misalnya seperti praktik land-grabbing yang mengurangi area lahan pertanian, serta buruknya sistem irigasi pertanian," lanjutnya.
Meski demikian, dalam pertemuan ahli terbatas itu mencuat pula beberapa solusi dalam upaya ketahanan pangan. Di antaranya revolusi hijau dan sistem pertanian pangan terpadu. Pertanian terpadu dapat mengintegrasikan pengolahan lahan untuk pertanian pangan, pertanian nonpangan, peternakan, dan konservasi.
Sebagai contoh, sistem ini diterapkan di Tabanan, Bali. Potensi peternakan sapi lokal di Bali mampu mendukung kemajuan sistem pertanian pangan terpadu. "Dampak positif dari sistem pertanian pangan terpadu bisa disimpulkan adalah menyediakan peluang kerja, mengembangkan teknologi pertanian dan peternakan, sekaligus memelihara lingkungan hidup," kata YB. Widodo, salah seorang tim peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI.
Widodo menegaskan, sistem yang sama pun bisa ditularkan ke banyak daerah lain yang memiliki kondisi alam serupa.
Saat ini, penduduk Indonesia berjumlah 240 juta jiwa, sedangkan produksi beras hanya 33-38 juta ton. Maka impor beras Indonesia masih mencapai sekitar satu hingga dua juta ton per tahun, sedangkan ukuran ketersediaan beras 150-155 kilogram per kapita per tahun.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR