Sebagai pasukan elit yang disiapkan untuk misi-misi khusus, personel SEAL menjalani semua penggemblengan di atas rata-rata. Tetapi itu belum seberapa sebelum mereka menjalani minggu neraka atau biasa disebut Hell Week.
Meski berat, Hell Week bukanlah minggu terakhir masa pendidikan SEAL. Karena setelah melewati tahapan pertama ini, siswa masih akan dikirim ke wilayah dingin untuk mendapatkan beragam pelatihan selama 15 minggu. Baru setelah lulus dari tahapan ini mereka akan diberikan brevet kebanggaan dan tercatat sebagai personel SEAL.
Sesuai namanya yang mengandung arti "neraka", Hell Week merupakan pendidikan dengan tingkat "penyiksaan" layaknya neraka. Lamanya 5,5 hari dimulai pada minggu keempat di Tahap Pertama. Tepat ketika pergantian jam bergulir dari hari Minggu ke hari Senin. Artinya, pendidikan ini dimulai sejak dini hari.
Rentetan tembakan senapan mesin dan artileri menjadi menu pembuka. Selama Hell Week, siswa dibuat sangat lelah. Jam tidur hanya empat jam sehari. Selebihnya, materi berat yang diberikan para instrukstur.
Meski demikian, salah satu instruktur SEAL mengatakan, sejatinya 90 persen materi yang diberikan dalam Hell Week merupakan tekanan mental. Sementara sepuluh persen sisanya merupakan materi fisik.
Sebelum dibangunkan menggunakan tembakan, para siswa baru saja terlelap setengah jam. Kurikulum latihan sebelum Hell Week sengaja dibuat sehingga mereka dibuat mengantuk menjelang pendidikan. Setelah itu, selama dua hari para siswa digembleng terus-menerus melaksanakan beragam materi.
Mulai dari berguling di lumpur, berenang, push-up, lari. Teriakan instruktur dan suara tembakan terus menyertai, memanaskan suasana Hell Week. Bagi sebagian siswa, pekan neraka menyebabkan ketidakstabilan, disorientasi, bahkan halusinasi. Tidak jarang para siswa mengigau seolah-olah berenang atau berlari terus tanpa henti.
Hell Week menggiring emosi dan pikiran seseorang pada limitasi maksimal. Sehingga, dari sini pula siswa US Navy SEAL diseleksi secara alamiah, mana yang lulus dan mana yang menyerah dalam menjalani pendidikan.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR