Anda pernah menampik dengan alasan, “Saya bukan ‘orang alam’, tak bisa tidur di ‘luar’,” ketika ditawari jalan-jalan ke alam pegunungan bersuhu 18 – 20° C dan menginap di tenda?
Bayangan Persami (Perkemahan Sabtu-Minggu) ala Pramuka, bersama bersusah payah mendirikan tenda, membuat api unggun dan memasak mungkin serta-merta terhapus oleh tawaran penginapan tenda dengan kasur pegas, lampu listrik dan kamar mandi bertoilet duduk dan pancuran air panas di Bali dan Sukabumi ini. Hidangan lezat sudah tersaji di muka bentang danau dan gunung menghapus lelah usai bersepeda, menjelajah pegunungan dan arung sungai. Mari lebih dekat ke alam dengan kenyaman hotel berbintang.
Bangli, Bali
Toya Devasya Resort & Spa
Berjarak 60 km dari Bandara Ngurai Rai, di lahan sekitar 8 hektare, arena perkemahan Toya Devasya (bermakna air mata dewa) menempati area 1.000 m2 tepat di tepi Danau Batur yang bisa menampung sampai 200 orang dalam 40 tenda yang masing-masing bisa diinapi 2-8 orang. Sejuk malam tak terasa begitu meringkuk di balik selimut tebal di atas kasur pegas, walau kami bisa memilih terlelap di atas air bed atau sleeping bag untuk lebih merasakan suasana berkemah. Tenda diterangi bohlam listrik. Ketika bangun tengah malam untuk buang air kecil, kita nyaman memanfaatkan toilet modern dengan wc duduk beberapa meter dari tenda.
Paginya saya mandi pancuran air panas di kamar mandi yang menyatu dengan arena kolam. Ada 1 kolam ukuran Olimpiade, dan 2 kolam rendam air panas alami yang bersumber dari Gunung Batur. Sedikitnya ada 8 sumber air panas alami, yang dikenal warga sebagai tambe (sumber penyembuhan penyakit) di area ini. Kalau kita dekati sumbernya, sekilas masih tercium belerang, tapi filter meredakan bau menyengatnya begitu tersalur ke kolam rendam dan pancuran. Warga mendatangi pemandian umum air panas di sisi resort. Ada sisa merah jingga matahari terbit di balik pegunungan yang menyatu dengan Gunung Abang (2.500 m) di seberang danau. Nelayan berperahu mulai mendatangi kerambanya. Di café terbuka tepi danau, kami sarapan mujaer bumbu kuning, jeruk kintamani dan kopi kintamani, bekal energi untuk tour Gunung Batur dan Desa Trunyan.
Baliwoso Camp Agro & Culture
Bali konon surga terakhir di dunia. Mitos yang membawa penulis buku Island of Bali, Miguel Covarrubias dan istri, Rosa, berkunjung ke pulau para dewa ini awal 1930-an. Terinspirasi kisah melancong seniman asal Meksiko itu, kami merintang lelah di penginapan tenda berkelas hotel bintang lima yang menyatu dengan alam dan budaya Desa Pengotan. Di gugusan desa tua, 17 km dari Bangli ke arah Danau Batur ini kami susuri jalanan desa dihimpit persawahan, deretan rumput gajah dan pepohonan.
Lokasi menginap yang asri menempati 2 hektare lahan berkontur. Sebuah tenda 4x7m jadi peraduan kami, memberi pengalaman bermalam ala Taman Nasional Serengeti Afrika, plus eksplorasi sisi lain eksotisme warisan Bali Aga. Tenda berbahan parasut telah disesuaikan untuk daerah tropis, sehingga tahan air hujan dan nyaman. Satu tenda cukup untuk 8-10 orang, berikut kasur, bantal, selimut, dan listrik. Tersedia kamar mandi dengan hot shower, amfiteater pertunjukan tradisional, kebun organik, peternakan sapi bali, hingga menikmati paket petualangan berkunjung ke Desa Tua Pengotan dengan deretan rumah-rumah Bali kuno berbungkus kearifan dan kesahajaan masyarakatnya.
Sukabumi, Jawa Barat
Sekitar 110 km berkendara, 3,5 jam dari Jakarta, tibalah kami di 2 hektare lahan Tanakita, di sisi Taman Nasional Gede Pangrango di ketinggian 1.100 m dpl. Area ini bisa menampung 80 – 100 orang di tenda-tenda dome yang berisi sleeping bag atau kasur busa, lengkap dengan bantal untuk kita nyaman meringkuk. Kamar mandi di sisi tenda dengan pancuran air panas dan wc duduk.
Ada tenda terbuka 12x16m untuk aula makan di atas lantai batu. Tapi saya lebih suka menikmatinya di gazebo sambil memandangi tupai-tupai mengisap madu bunga kalianda.
Banyak pilihan menikmati keindahan hijau alam di sekitar sini. Teman-teman bersepeda, jalan 2 km ke Curug Sawer, ‘tersesat’ ke persawahan dan perkampungan warga, atau menguji nyali dan sensasi dengan tubing mengarungi aliran Ci Gunung. Saya lebih suka bersantai membaca buku di kehijauan rumput sambil memandangi Situ Gunung, danau tenang yang memantulkan pepohonan dan pegunungan seputarnya.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kahfi Dirga Cahya |
KOMENTAR