Karena tak punya tradisi baca tulis, daya ingat Orang Rimba sangat hebat. Ada yang dalam setengah jam bisa menghafal huruf A—Z. Butet Manurung menerapkan cara belajar yang berbeda, mengenalkan huruf per huruf berdasarkan bentuk dan cara mengejanya. Misalnya A seperti atap, C seperti pegangan periuk, ucapkan M dengan mulut dikatupkan. Huruf dirangkai dalam 14 kelompok “perkawinan.” Butet menargetkan 6 bulan pelajaran dasar belajar bagi tiap kelompok hingga bisa menjangkau sekitar 9 dari 14 kelompok di Bukit 12 dan baru 2 dari 10 kelompok di Bukit 30 yang sudah bersedia belajar baca tulis. Untuk metodenya ini, Butet dianugrahi The Man and Biosphere Award 2001 dari LIPI-Unesco.
Kini, Orang Rimba tak lagi mudah ditipu. Butet pun tersenyum lega.
Dari Anak Papi ke Pribadi Mandiri
Saur Marlina “Butet” Manurung, sulung dari empat bersaudara kelahiran 21 Februari 1972, awalnya adalah “anak papi”. Ayahnya, Victor Manurung, begitu menjaga putri tunggalnya. Melewati masa kecil di Belanda, ke mana pun Butet pergi, selalu diantar. Biarpun dimanja, Butet dididik mencintai alam dan tak mementingkan diri sendiri. Bila menemukan kucing terlantar, misalnya, Butet akan membawa pulang dan merawat.
Kematian sang ayah saat ia menginjak kelas 3 SMA mengubahnya jadi pemurung. Teman-temannya di kelompok pencinta alam SMA, membujuknya naik gunung. Berhasil merayu ibunya, ditemani adiknya, Butet pun mendaki Gunung Ciremai di Kuningan, Jawa Barat. “Dalam lelah dan dingin, saya tertidur dan bertemu Papa dalam mimpi.” Olahraga petualangan lain macam arung jeram, penelusuran gua, panjat tebing pun ia lakoni, ia biayai dari uang memberi les organ.
Butet berkawan dengan ibunya, Anar Tiur Samosir, lulusan Sastra Belanda yang menjadi pendidik, dan kemudian sama-sama mengambil kuliah antropologi. Skripsinya tentang Suku Dawan di perbukitan Timor Barat, dan sempat berniat mengabdikan diri untuk suku asli di Papua.
“Seorang antropolog tak hanya mengunjungi pemukiman suku asli dan membuat laporan, tapi juga harus berhubungan baik dengan suku yang ia teliti, termasuk menjadi penengah masalah, bila perlu,” katanya mengutip Heri Yogaswara, peneliti LIPI dan kakak kelasnya di Jurusan Antropologi UNPAD yang menguatkan pilihan hidupnya dengan Orang Rimba.
Penulis | : | |
Editor | : | Kahfi Dirga Cahya |
KOMENTAR