“Sampai 1960, tidur dimaknai dengan prinsip homeostatik,” kata Dr Janto G Lingga, dari Klinik Gangguan Tidur, Rumah Sakit Mitra Kemayoran. Selama tidur, energi atau unsur otak dan tubuh yang selama bangun terpakai, diduga akan dipulihkan. Zat racun yang terkumpul selama bangun akan dinetralkan atau dibuang.
Orang bisa tertidur karena adanya hypnotoxi, penghambat kegiatan otak, berkurangnya aliran darah ke otak, atau pengaruh lingkungan. Penemuan tidur REM (Rapid Eye Movement) oleh Eugene Aserinsky dan Nathaniel Kleitman (1953) dan circadian rhythm (waktu tidur-bangun yang tak sesuai lebih dari 24 jam) oleh Kleitman (1963) menandai dimulainya era penelitian tidur secara ilmiah hingga terbentuk Pusat Penelitian Tidur yang pertama di Amerika Serikat, 1972.
Walau fungsi tidur sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya, tapi telah bisa disimpulkan, bahwa tidur merupakan proses aktif, bukan sekadar istirahat otak dan kegiatan ragawi. Begitu banyak faktor yang mempengaruhi tidur yang sebetulnya punya irama amat teratur ini, karena orang cenderung akan tidur dan bangun pada waktu yang sama.
Tidur kurang dari 1,5 jam setiap hari bisa mengurangi 33% kewaspadaan di siang hari, dan mengantuk meningkatkan 30% risiko kecelakaan lalu-lintas. Kurang tidur yang berlangsung lama juga menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, meningkatkan kadar gula darah dan menurunkan kadar kortisol dalam darah yang bertanggung jawab atas terjadinya stres.
Tidur kurang dari 4 jam atau lebih dari 9 jam meningkatkan angka kematian dibandingkan yang rata-rata 8 jam/hari. Sebaliknya, kelebihan tidur juga mengakibatkan gangguan, antara lain keluhan rasa kantuk berlebihan di siang hari.
Normalnya, orang perlu 15-20 menit untuk jatuh tertidur agar mutu tidurnya baik. Sayang banyak yang mengalami kesulitan untuk mulai tertidur, sering terbangun waktu tidur, tak segar ketika bangun, bahkan mengalami halusinasi sesaat sebelum atau sesudah bangun tidur.
Penulis | : | |
Editor | : | Kahfi Dirga Cahya |
KOMENTAR