Dia melanjutkan, hal ini sangat masuk akal, karena anjing yang Anda perlukan untuk mengarahkan banteng di lembah tentu harus memiliki kemampuan yang berbeda dari anjing yang menggembalakan kambing di area berbatu-batu, yang juga akan berbeda dari anjing yang digunakan untuk menggembalakan domba di peternakan.
Studi ini juga menemukan bahwa ketika manusia bermigrasi, anjing peliharaan mereka juga ikut bermigrasi.
Anjing Dunia Baru, misalnya. Spesies anjing purba ini bermigrasi melewati jembatan darat Bering bersama nenek moyang suku Indian. Alhasil, gen anjing ini ditemukan pada beberapa jenis anjing modern dari Amerika Tengah dan Selatan seperti anjing tak berbulu dari Peru dan Xoloitzcuintle.
“Komunitas kami sebenarnya telah menduga mengenai adanya gen Anjing Dunia Baru sebelum melihat DNA mitokondria, tetapi ini adalah kali pertama sebuah studi mampu menunjukkannya dan menggali informasi mengenai jenis anjing dan waktu kemunculan mereka dalam sejarah,” kata Ostrander.
Baca Juga: Mana yang Lebih Berbahaya: Gigitan Kucing atau Gigitan Anjing?
Namun, lebih dari sekadar mengetahui nenek moyang anjing modern, studi ini juga membuka informasi mengenai evolusi penyakit pada jenis anjing-anjing tertentu dan mencegah penurunannya.
Selain itu, Ostrander juga berkata bahwa metode ini dapat diaplikasikan kepada gen manusia untuk manfaat yang sama juga.
“Kadang masalahnya adalah gen yang sama atau mutasi yang sama, kadang metode ini menunjukkan jalan yang tidak kita kenal sebelumnya yang ternyata penting untuk penyakit manusia. Metode ini adalah cara yang luar biasa untuk menemukan bagian dari teka-teki genetik manusia yang hilang,” ucapnya.
Baca Juga: Kedekatan Anjing dan Manusia Sudah Terjalin Sejak 14.000 Tahun Silam
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR