Kandungan air tanah tawar di Sibira berkait erat dengan ekosistem setempat. Seperti umumnya pulau-pulau yang berserakan di Teluk Jakarta, Sibira bermula dari sebentuk beting karang yang dipengaaruhi iklim musim dan pola arus laut. Ia tumbuh jadi pulau karena adanya proses lapuk-lekang dari sedimentasi yang hanyut terbawa arus tujuh sungai di lembah Jakarta yang bermuara di teluk itu.
Melalui evolusi alam, SIbira tumbuh sebagai pulau mandiri, lengkap dengan ekosistemnya. Ada pohon-pohon katang atau tapak kuda menutupi berbagai belahan pasir paantai berpadu semak di humus tanah lebih tinggi, membentuk hutan dan pohon-pohon besar yang tak sekadar berfungsi sebagai peneduh dan produsen hawa segar, tapi juga pemilik belitan akar yang dengan solid mencengkeram tanah sekaligus penangkap air hujan.
“Di sini, pohon kayu haram ditebang!” ucap seorang warga. Ini tak ada kaitan dengan kebijakan pemerintah yang pada masa itu pun sudah gencar memasyarakatkan gerakan pelestarian alam.
Jauh sebelum pamflet kementerian lingkungan hidup tertempel di dinding kantor mercusuar, larang penebangan pohon sudah jadi konsensus adat di Sibira. Dengan kearifan lokal itu, pohon-pohon tetap lestari, tumbuh dan besar, akhirnya jadi faktor penentu cadangan air tawar di lapisan tanah yang ditempati warga.
Rezeki laut
Lantas, bagaimana warga Sibira tahun 1990-an membangun rumah, padahal pohon besar tabu ditebang? Dari mana bilah-bilah kayu dan balok didapat buat rangka dan tiang pancang?
Pak Nurdin, seorang warga, terkekeh seraya menunjuk ke arah laut lepas sebagai jawabannya. “Itu rezeki dari laut,” tegasnya.
Hingga hari ini, laut sungguh pemasok utama kayu-kayu bangunan rumah di Sibira. Jauh dari mana-mana, dengan sistem transportasi yang nyaris belum ada, umumnya warga membangun rumah dengan material apa adanya. Kayu-kayu bekas perahu, atau batang bambu bekas pancang bagan penangkap iklan, biasa dimanfaatkan sebagai bahan.
Cuma sebagian kecil bahan didatangkan dari dataran Jakarta: atap seng, tali ijuk pohon aren, dan paku. Selebihnya? Cari dan kumpulkan dari laut.
Letak yang menonjol sendiri di tengah hamparan laut, membuat Sibira sering menjadi daerah terdamparnya berbagai material yang hanyut di laut. Tak cuma barang-batang pohon dari pesisir lain, juga kayu-kayu yang tumpah dari kapal yang pecah atau karam di sekitar Selat Karimata, utara Sibira. Kayu-kayu itu yang umum dipungut nelayan, ditarik ke pulau, dikumpulkan dan bila telah cukup, dibangun rumah secara gotong-royong.
Selepas akhir milenium kedua Masehi, Kepulauan Seribu berubah statusnya jadi kabupaten administratif dari Provinsi DKI Jakarta. Gerakan pembangunan tentu juga berimbas ke Sibira yang kini telah terang-benderang, dinding-dinding rumah sudah bertembok.
Kehidupan jauh lebih baik, tutur Pendi. Dua malam istirahat di Sibira, Pendi kembali seorang diri melayarkan Jukung Lintas Nusa, menuju pesisir Sumatra Selatan.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR