Jika kita mengamati Jupiter, maka ada bintik raksasa yang menjadi ciri khas planet terbesar di Tata Surya tersebut. Bintik merah raksasa tersebut merupakan badai atmosferik permanen yang diketahui terjadi di belahan selatan Jupiter selama 400 tahun.
Badai tersebut pertama kali dilihat oleh Giovanni Cassini pada akhir 1600-an atau sekitar tahun 1665 meskipun para ilmuwan meragukan karena pada sata itu, badai tersebut baru saja terbentuk. Cakupan badai raksasa ini cukup luas. Seratus tahun lalu, badai raksasa tersebut meliputi area seluas 40.000 kilometer dan tampaknya saat ini badai tersebut menyusut dan dipekirakan pada tahun 2040 badai yang tadinya berbentuk oval akan tampak berbentuk lingkaran.
Tapi apakah terjadi percepatan? Pengamatan terbaru dari Teleskop Hubble milik NASA/ESA menunjukkan kalau penyusutan yang terjadi tampaknya mengubah ukuran badai tersebut dengan cukup mencolok. Setidaknya saat ini badai tersebut tampak pada ukurannya yang paling kecil yang pernah diamati.
Badai antisiklon berputar di planet gas raksasa tersebut tampak seperti mata merah tua mencolok yang melekat pada lapisan berputar yang berwarna kuning pucat, oranye dan putih. Badai di Jupiter tersebut mengamuk dengan kecepatan yang sangat tinggi, mencapai beberapa ratus kilometer per jam.
Pengamatan di akhir tahun 1800-an menunjukkan kalau bintik tersebut memiliki diameter yang cukup lebar yakni 41000 km. Ukuran itu cukup untuk mengisi 3 Bumi di dalamnya. Di tahun 1979 dan 1980, wahana Voyager milik NASA yang melakukan Flyby melakukan perhitungan dan memperlihatkan kalau bintik tersebut memiliki diameter 23.335 kilometer.
Pengamatan terakhir Hubble menunjukkan ukuran yang jauh lebih kecil dari sebelumnya yakni kurang dari 16.500 kilometer. Ukuran ini merupakan diameter terkecil dari Bintik Merah Raksasa yang pernah diamati. Tapi kondisi ini seharusnya sesuai dengan fakta pengamatan astronom amatir yang menunjukkan bahwa sejak tahun 2012 terjadi peningkatan laju penyusutan sekitar kurang dari 1.000 km/jam. Sayangnya, penyebab penyusutan masih belum diketahui.
Dalam pengamatan terbarunya, Teleskop Hubble melihat ada pusaran kecil yang masuk ke dalam badai dan diperkirakan pusaran inilah yang mengubah dinamika internal bintik dan memicu terjadinya perubahan percepatan.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR