"Haji Misbach menganggap diri pada bergerak dengan embel-embel Islam, namun pergerakannya sama sekali tidak 'revolusioner' hanya anteng seperti SI Putih dan Muhammadiyah, lebih baik meniru komunis yang revolusioner tanpa embel-embel agama," tulis Kuswono, Ketut Adi Saputra, dan Ragil Agustono dari Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Metro, di Jurnal Pendidikan Sejarah.
"Ketika disiplin partai SI diterapkan, Misbach memiliki dua pilihan, bergabung dengan SI atau keluar dan membesarkan PKI," lanjutnya. Misbach pun akhirnya mengikuti kongres PKI pada 4 Maret 1923 di Bandung, dan memaparkan ayat-ayat Alquran yang memaparkan kesamaan Islam dan komunisme untuk melawan kaum kapitalisme.
Kondisi ini membuat pahamnya ditentang oleh SI dan Muhammadiyah, dan menganggap Haji Misbach lebih memilih menjadi kaum komunis daripada memperjuangkan kemurnian Islam. Dukungannya pada gerakan komunisme pun membuatnya dikenal sebagai Haji Merah.
Baca Juga: Nasib Keluarga Dipa Nusantara Aidit Sesudah Malam 30 September
Beky Frisca Andriani dari Prodi Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Yogyakarta, dalam Histrocal Studies Journal memaparkan, keinginan Misbach menggabungkan ajaran Islam dan komunisme terinspirasi dari ilmu keagamaan dan bacaan karangan Karl Marx.
"Dia berbeda dengan kebanyakan pengikut kelompok islam garis 'kanan' (fundamentalis) yang menuduh bahwa komunisme itu ateis dan melakukan sikap radikalisme dengan jalan pertumpahan darah," tulisnya.
Dia mendapati komunisme dan Islam sejalan sebagai bentuk perlawanan masyarakat kecil terhadap sistem kapitalisme yang menyebabkan penindasan dan pemerasan. Gagasan Islam itu dituaikan lewat bukunya, Islam dan Atoeranja dengan mengutip surah Hud ayat 84, tentang betapa bencinya Allah kepada orang yang berlaku tidak adil.
Dia mendapati komunisme dan Islam sejalan sebagai bentuk perlawanan masyarakat kecil terhadap sistem kapitalisme yang menyebabkan penindasan dan pemerasan. Gagasan Islam itu dituaikan lewat bukunya, Islam dan Atoerannja dengan mengutip betapa bencinya Allah kepada orang yang berlaku tidak adil. Lewat cara ini dia menjadikan gerakannya bagai Islam merah, juga menjadi komunis yang hijau.
Baca Juga: Kisah Hidup Soesilo Toer: Doktor Pemulung dan Tuduhan Komunis
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR