Pesawat Malaysia Airlines berkode penerbangan MH17 jatuh di Ukraina, Kamis (17/7/2014). Penyelidikan sementara menyatakan bahwa pesawat ini jatuh karena ditembak rudal darat-udara, tetapi belum diketahui siapa penembaknya.
Analis intelijen Amerika Serikat menyatakan, data satelit militer dan sumber lain telah dipakai untuk memastikan bahwa pesawat ini jatuh karena serangan rudal darat-udara. Sumber data yang sama masih terus diolah untuk menentukan lokasi pelontar rudal tersebut.
Menurut dua pejabat intelijen Amerika Serikat yang bersedia dikutip AFP dengan syarat anonimitas, pengolahan data itu untuk menentukan apakah rudal dilontarkan kelompok gerilyawan pro-Rusia di Ukraina, militer Rusia, atau militer Ukraina.
"Kami bekerja melalui semua analisis," kata seorang pejabat. Dia mengakui ada sedikit keraguan bahwa pesawat ini ditembak rudal darat-udara. "Namun, (serangan rudal) itu yang sangat kami percayai," imbuh dia.
Bukan kecelakaan
Wakil Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan, pesawat Boeing 777 buatan Amerika Serikat itu telah sengaja diledakkan di udara. "Pesawat itu, tampaknya... saya katakan tampaknya karena kita belum memiliki semua rincian... ditembak jatuh. Bukan kecelakaan. Meledak di udara," ujar dia di Detroit.
Pemimpin Ukraina langsung melemparkan tuduhan kepada milisi pro-Rusia di kawasan timur negara itu sebagai pelaku penembak pesawat milik Malaysia Airlines tersebut. Namun, muncul spekulasi bahwa pesawat itu sasaran salah tembak karena dikira pesawat angkut militer Ukraina.
Pesawat ini terbang pada ketinggian jelajah 10 kilometer ketika ditembak jatuh. Ketinggian itu berada dalam jangkauan sistem rudal darat-udara Buk buatan Rusia yang merupakan unit pelontar rudal mobile. Perusahaan pembuat alat ini mengatakan, jarak jangkau maksimalnya adalah 25 kilometer.
Sistem rudal darat-udara Buk ini dimiliki baik oleh militer Rusia maupun Ukraina. Sehari sebelum insiden jatuhnya pesawat Malaysia Airlines bernomor penerbangan MH17, satu unit sistem rudal darat-udara ini diketahui berada di daerah yang dikuasai kelompok pemberontak pro-Rusia di wilayah timur Ukraina, yang berdekatan dengan lokasi jatuhnya pesawat.
Sebelum Ukraina diiris krisis, Kiev memiliki setidaknya enam sampai delapan pelontar rudal ini. Rusia jelas punya peralatan ini lebih banyak dan lebih modern, tetapi belum ada keterangan apakah Rusia juga menyertakan alat itu ke pasukannya yang saat ini ditempatkan di perbatasan wilayahnya dengan Ukraina.
Rudal darat-udara Buk
Rudal Buk, disebut alat yang cukup rumit pengoperasiannya, tak seperti peluncur rudal bahu. Analis senior pertahanan IHS Jane, Edward Hunt, mengatakan butuh bantuan dari tenaga ahli atau pelatihan intensif untuk milisi pro-Rusia mampu memakainya.
"Rudal-rudal ini biasanya tidak terlihat dalam pasukan pemberontak atau separatis untuk alasan tak punya orang yang ahli, pelatihan, dan suku cadang," kata Hunt. Peluncuran rudal Buk juga butuh beberapa orang untuk melakukannya, termasuk operator radar.
Rudal ini punya sistem untuk mengenali musuh atau kawan, tetapi tak dapat membedakan pesawat komersial ataupun yang lain yang belum teridentifikasi lebih dulu. "Ini ibarat versi elektronik dari penjaga yang berteriak 'Siapa itu?'," ujar analis dari IHS Jane juga, Doug Richardson.
"Jika tidak ada jawaban, semua yang Anda tahu adalah bahwa itu bukan salah satu dari pesawat tempur di sisi Anda sendiri. Ini tidak akan memberikan Anda peringatan bahwa Anda melacak sebuah pesawat," lanjut Richardson.
Pengendali lalu lintas udara Ukraina kehilangan kontak dengan pesawat Malaysia Airlines berkode penerbangan MH17 itu pada pukul 14.15 GMT atau pukul 21.15 GMT setelah penerbangan selama 4 jam dan berjarak 50 kilometer dari perbatasan Rusia.
Pesawat ini jatuh dalam perjalanan dari Amsterdam, Belanda, ke Kuala Lumpur, Malaysia. Tidak ada tanda-tanda korban selamat di lokasi reruntuhan puing yang membentang belasan kilometer. Sebelumnya disebutkan ada 280 penumpang dan 15 kru di dalam pesawat ini, tetapi belakangan dinyatakan pesawat ini membawa 283 penumpang.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR