Kawalpemilu.org adalah website independen yang menjalankan pengawasan Pilpres 2014 melalui penghitungan suara form C1 hasil pindaian KPU. Upaya tersebut dibantu oleh sekitar tujuh ratus relawan melalui mekanisme crowdsourcing alias urun daya secara sukarela.
Dengan skala yang terbilang lumayan untuk sebuah upaya mandiri itu, sebanyak apa biaya operasional yang diperlukan oleh para pendiri Kawal Pemilu? Ternyata tak besar, hanya 54 dollar AS atau sekitar Rp 640 ribu.
"Dari jumlah itu, 12 dollar AS dipakai untuk membeli domain Kawalpemilu.org, sisanya membayar hosting di Google dan Amazon," kata Ainun Najib, penggagas Kawal Pemilu.
Gagasan membuat situs online pengawal pemilu berakar dari keprihatinan Ainun terhadap polemik yang muncul akibat saling klaim kemenangan hanya dalam waktu sehari setelah Pilpres dilaksanakan pada 9 Juli lalu. Keinginan melakukan sesuatu untuk mencegah perpecahan bangsa, menggugah Ainun untuk mendirikan Kawal Pemilu bersama Ruly Achdiat dan sejumlah kawan lain yang berdomisili di luar negeri.
Ainun dan kawan-kawan pun menyiapkan Kawalpemilu.org. Untuk menghemat ukuran data yang dimuat di layanan hosting, Kawal Pemilu "meminjam" bandwidth dari KPU dengan cara hanya menampilkan thumbnail form C1, sementara tautan menuju gambar ukuran penuh dari form terkait tetap ditujukan ke server KPU.
"Jadi bandwidth yang besar itu dari KPU. Kami mengambil dari KPU tapi tetap menampilkan (thumbnail gambar pindaian form) yang kecil," imbuh Ainun. Dia menyebutkan bahwa cara ini efektif untuk menekan penggunaan bandwidth sehingga menghemat biaya keseluruhan.
Suka rela
Tentu, biaya dimaksud tak termasuk pengorbanan waktu dan tenaga yang diberikan oleh Ainun dan kawan-kawan, beserta ratusan volunteer. Namanya relawan, mereka suka rela mengawal proses rekapitulasi suara Pilpres tanpa bayaran.
Ainun mengatakan bahwa para relawan yang terlibat dengan Kawal Pemilu tak segan menyumbang waktu masing-masing untuk memantau perolehan suara dari tempat-tempat pemungutan suara di Indonesia. Dia menyebutkan contoh salah satu relawan yang bisa menyelesaikan input data dari sekitar 7.000 TPS.
Para relawan ini direkrut secara berantai, mirip model pemasaran Multi-level Marketing, termasuk lewat jejaring sosial Facebook. "Kami juga seleksi mereka berdasarkan latar bekalangnya, kalau bisa dipercaya dibolehkan masuk," kata Ainun. Identitas masing-masing relawan tercatat oleh tim internal Kawal Pemilu sehingga, secara psikologis, mereka merasa bertanggung jawab untuk memberikan entri data yang benar.
Kawal Pemilu juga memiliki mekanisme pengawasan dan verifikasi data. Baik tim internal maupun publik bisa melaporkan kejanggalan yang ditemukan di data penghitungan suara situs tersebut. Sebelum penghitungan akhir dituntaskan, Ainun mengatakan bahwa pihaknya menerima sekitar 4.000 laporan kejanggalan dari publik.
"Kemudian kami telusuri laporan yang ditandai tersebut dan deskripsi kesalahan yang dicantumkan. Kalau memang ternyata ada kesalahan, kami perbaiki. Sementara kalau tidak maka data yang ditandai merah karena diduga salah akan dihilangkan warna merahnya," papar Ainun.
Kawal Pemilu pun menuntaskan penghitungan suara Pilpres dalam waktu hampir bertepatan dengan pengumuman KPU tanggal 22 Juli lalu. Hasil hitungan suara Kawal Pemilu sama dengan rekapitulasi resmi KPU, yakni 53,15 persen suara diperoleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, dan 46,85 persen diperoleh pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR