Berbicara di depan 40 lebih kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa dunia harus melipatgandakan upaya menahan laju perubahan iklim global. Caranya, memperkuat kerja sama multilateral memfinalisasi perjanjian mengikat secara hukum pasca 2020.
Itu disampaikan Presiden saat berpidato di Sesi Plenary 1 UN Climate Summit 2014: Catalizing Action dalam rangkaian Sidang Majelis Umum PBB di New York, AS, Rabu (23/9) malam waktu setempat.
Komitmen Indonesia kepada dunia adalah menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) 26 persen pada 2020. Jika didukung internasional, Indonesia menurunkan emisi GRK 41 persen.
Secara khusus, Presiden juga menyampaikan bahwa Indonesia juga menghentikan (moratorium) pemberian izin usaha baru dalam hutan primer dan lahan gambut sejak tahun 2011.
Presiden menekankan bahwa usaha mitigasi perubahan iklim tak hanya bertujuan menyelamatkan hutan hujan. Usaha itu juga guna menyejahterakan masyarakat lokal yang bergantung pada hutan untuk bertahan hidup.
Usai berbicara pada diskusi The Forest and Climate Challenge, Ketua Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, program penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi lahan (REDD+) bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Ekosistem karbon biru
Indonesia, dengan wilayah maritim yang sangat kaya juga sedang menjajaki kemungkinan ekosistem karbon biru sebagai penyerap karbon. Hal itu akan berguna mendukung upaya menahan laju kenaikan suhu global di bawah 2 derajat celsius. Itu dinilai sangat vital karena banyak negara pesisir yang terancam kehilangan wilayah jika temperatur dunia meningkat lebih dari 2 derajat celsius.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR