Usianya belum cukup tua untuk membeli minuman beralkohol atau mendapatkan surat izin mengemudi. Ditambah kacamata tebal dan perawakan yang kurus.
Siapa sangka Joshua Wong (17) merupakan salah satu "otak" aksi massa terbesar di Hong Kong sejak 1997, yang hingga kini masih berlangsung.
Remaja kurus berkacamata ini sekarang bahkan menjadi ujung tombak aksi protes warga Hong Kong yang menginginkan hak demokratis untuk memilih pemimpin baru mereka tanpa intervensi Beijing.
Pada Jumat (27/9), Joshua termasuk satu dari puluhan orang yang ditahan polisi setelah pengunjuk rasa menerobos halaman depan kantor pusat pemerintahan Hong Kong.
Pada Minggu malam polisi membebaskan Joshua tanpa dakwaan apapun. Setelah dibebaskan Joshua langsung turun kembali ke jalan dan kembali memimpin gerakan yang kini dikenal dengan nama Revolusi Payung (Umbrella Revolution) itu.
Siapakah Joshua Wong?
Nama Joshua sudah dikenal sejak dia berusia 15 tahun. Saat itu dia juga memimpin gerakan pelajar Scholarism yang sukses mencegah sistem pendidikan nasional dimasukkan ke sekolah-sekolah Hong Kong.
Sistem yang hendak diterapkan itu mengharuskan para pelajar menumbuhkan dan mengembangkan sebuah "keterikatan emosional dengan Tiongkok".
Dengan menggunakan akses dunia maya Joshua membawa gerakan Scholarism menjadi lebih dikenal dunia. Di dunia maya Joshua dan Scholarism memiliki pengikut hingga beberapa ratus ribu orang dan ternyata kepopuleran Joshua di dunia maya itu sangat berguna saat perlawanan massa kembali muncul di Hong Kong.
Dan di saat pemerintah memblokir akses internet Joshua terpaksa menggunakan FireChat, sebuah aplikasi pengiriman pesan berbasis Bluetooth yang bisa berfungsi bahkan saat jaringan telepon sangat sibuk, maka gerakan Revolusi Payung dengan cepat mendapat 100.000 pendukung tambahan dalam 24 jam dan melibatkan 800.000 percakapan sejak itu.
Cara polisi yang keras dalam merespon aksi unjuk rasa yang diawali para pelajar dan mahasiswa yang tak bersenjata itu justru menarik dukungan dari masyarakat berbagai usia di saat aksi protes ini memasuki tahap kritis.
Saat memprotes soal sistem pendidian, Joshua Wong menggerakkan para pelajar menduduki kantor-kantor pemerintahan selama 10 hari. Cara itu kembali diulanginya saat ini.
"Melawan sistem pendidikan nasional membutuhkan pendudukan oleh 100.000 orang. Maka saya kira hak pilih masyarakan sesungguhnya tidak akan diraih tanpa perlawanan warga," tutur Joshua kepada harian South China Morning Post.
Pernyataan itulah yang membuat Joshua Wong kini dicap sebaga "ekstremis" oleh media massa Tiongkok. Sedangkan media massa Hong Kong pro-Beijing menuding Joshua dimanipulasi pemerintah AS yang melihat potensinya dan akan menjadikan Joshua seorang "bintang politik".
Terkikisnya kebebasan pers ditambah nepotisme yang berujung hanya para politisi pro-Beijing yang bisa menduduki jabatan tinggi inilah yang menurut Joshua akan membuat Hong Kong tak berbeda dengan kota-kota Tiongkok lain yang berada di bawah kendali pemerintah pusat.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR