Nationalgeographic.co.id—Seperti halnya sidik jari, tidak ada dua orang yang memiliki anatomi otak yang sama, menurut sebuah studi oleh para peneliti dari University of Zurich. Keunikan ini merupakan hasil kombinasi faktor genetik dan pengalaman hidup individu.
Seorang ilmuwan EPFL Enrico Amico baru-baru ini telah mendeteksi tanda-tanda aktivitas otak yang bertindak sebagai sidik jari otak kita. Menariknya, sidik jari ini unik tidak seperti sidik jari biasa kita. Dia telah pelajari bahwa sidik jari ini terus berubah seiring waktu.
Sidik jari itu unik pada setiap individu: Karena tidak ada dua sidik jari yang sama, sidik jari telah menjadi metode verifikasi identitas untuk polisi, otoritas imigrasi, dan produsen smartphone. Tapi bagaimana dengan switchboard pusat di dalam kepala kita? Apakah mungkin untuk mengetahui milik siapa otak dari fitur anatomi tertentu? Ini adalah pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang bekerja dengan Lutz Jäncke, profesor neuropsikologi UZH. Dalam studi sebelumnya, Jäncke telah mampu menunjukkan bahwa pengalaman individu dan keadaan hidup mereka telah memengaruhi anatomi otak.
Amico beserta tim penelitinya telah membuat grafik yang merangkum aktivitas otak subjek dengan memproses pemindaian otak. Teknik ini dikenal sebagai ilmu saraf jaringan atau penghubung otak.
“Semua informasi yang kami butuhkan ada dalam grafik ini, yang umumnya dikenal sebagai penghubung otak fungsional. Connectome adalah peta jaringan saraf. Mereka memberi tahu kami tentang apa yang dilakukan subjek selama pemindaian MRI mereka – jika mereka sedang beristirahat atau melakukan beberapa tugas lain, misalnya. Koneksi kami berubah berdasarkan aktivitas apa yang sedang dilakukan, dan bagian otak mana yang digunakan.” kata Amico sebagaimana dilansir Tech Explorist.
Musisi profesional, pegolf atau pemain catur, misalnya, memiliki karakteristik khusus di bagian otak yang paling sering mereka gunakan untuk aktivitas terampil mereka. Namun, peristiwa dengan durasi yang lebih pendek juga dapat meninggalkan jejak di otak: Misalnya, lengan kanan dibiarkan diam selama dua minggu, ketebalan korteks otak di area yang bertanggung jawab untuk mengendalikan lengan yang tidak bergerak akan berkurang.
Baca Juga: Tahukah Anda bahwa Para Hewan Juga Bisa Melihat Ilusi Optik?
"Kami menduga bahwa pengalaman tersebut memiliki efek pada otak yang berinteraksi dengan susunan genetik sehingga selama bertahun-tahun setiap orang mengembangkan anatomi otak yang sepenuhnya individual," jelas Jäncke.
Untuk menyelidiki hipotesis mereka, Jäncke dan tim penelitinya memeriksa otak hampir 200 orang tua yang sehat menggunakan pencitraan resonansi magnetik tiga kali selama periode dua tahun. Lebih dari 450 fitur anatomi otak dinilai, termasuk yang sangat umum seperti volume total otak, ketebalan korteks, dan volume materi abu-abu dan putih. Untuk masing-masing dari 191 orang, para peneliti mampu mengidentifikasi kombinasi individu dari karakteristik anatomi otak tertentu, dimana akurasi identifikasi, bahkan untuk karakteristik anatomi otak yang sangat umum, lebih dari 90 persen.
Membandingkan grafik yang dihasilkan dari pemindaian MRI dari subjek yang sama yang diambil beberapa hari terpisah, mereka dapat dengan benar mencocokkan dua pemindaian subjek tertentu hampir 95% dari waktu. Dengan kata lain, mereka dapat secara akurat mengidentifikasi seseorang berdasarkan sidik jari otak mereka.
Baca Juga: Melacak Aktivitas Otak Manusia Melalui Penyelidikan Otak Tikus
"Itu sangat mengesankan karena identifikasi dibuat hanya menggunakan penghubung fungsional, yang pada dasarnya adalah kumpulan skor korelasi." kata Amico.
Dalam penelitian ini, Amico memutuskan untuk membawa temuan ini selangkah lebih maju. Dia bertanya-tanya apakah sidik jari ini dapat diidentifikasi hanya setelah beberapa detik atau apakah ada titik waktu tertentu ketika mereka muncul – dan jika demikian, berapa lama momen itu akan bertahan?
“Hingga saat ini, ahli saraf telah mengidentifikasi sidik jari otak menggunakan dua pemindaian MRI yang diambil dalam periode yang cukup lama. Tapi apakah sidik jari benar-benar muncul setelah hanya lima detik, misalnya, atau perlu lebih lama? Dan bagaimana jika sidik jari dari area otak yang berbeda muncul pada waktu yang berbeda? Tidak ada yang tahu jawabannya. Jadi, kami menguji skala waktu yang berbeda untuk melihat apa yang akan terjadi.” terang Amico.
Baca Juga: Petunjuk Baru Mengapa Ukuran Otak Manusia Menyusut 3.000 Tahun Lalu
Tim menemukan bahwa sekitar 1 menit dan 40 detik sudah cukup untuk mendeteksi data yang berguna.
“Kami menyadari bahwa informasi yang dibutuhkan untuk membuka sidik jari otak dapat diperoleh dalam periode waktu yang sangat singkat. Tidak perlu MRI yang mengukur aktivitas otak selama lima menit, misalnya. Skala waktu yang lebih pendek juga bisa berhasil.” ujar Amico.
Studi Amico yang masih dalam tahap peer review ini telah ditulis dalam bioRxiv, dengan mencantumkan judul When makes you unique: temporality of the human brain fingerprint. Anda dapat mempelajarinya sendiri di sana.
Studi ini mengungkap bahwa sidik jari otak tercepat mulai muncul dari area sensorik otak, terutama area yang berkaitan dengan gerakan mata, persepsi visual, dan perhatian visual. Seiring berjalannya waktu, daerah korteks frontal, yang terkait dengan fungsi kognitif yang lebih kompleks, mulai mengungkapkan informasi unik. Sayangnya, menurut Amico, sidik jari otak unik ini dapat terus menghilang seiring dengan adanya perkembangan penyakit tertentu, misalnya Alzheimer.
“Semakin sulit untuk mengidentifikasi orang berdasarkan koneksi mereka. Seolah-olah seseorang dengan Alzheimer kehilangan identitas otaknya.” pungkas Amico.
Baca Juga: Tekanan Darah yang Optimal Membantu Otak Kita Tetap Awet Muda
Source | : | techexplorist.com |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR