Terungkap dari studi terhadap orang-orang berusia lanjut yang dipublikasikan di jurnal Neurology baru-baru ini, sebagian besar orang dengan demensia di Amerika Serikat tidak pernah merasa perlu pertolongan medis ketika mengalami masalah memori dan daya pikir.
Mereka sebelumnya tidak pernah memeriksakan diri ke dokter atau mendapatkan penanganan, ungkap studi yang melibatkan para peneliti University of Michigan ini.
Hal ini disayangkan karena penurunan kemampuan kognitif mestinya terdeteksi lewat gejala-gejala yang jelas. Namun, orang cenderung abai untuk menjalani pemeriksaan.
"Kesempatan hilang padahal intervensi (pemeriksaan) dokter bisa secara signifikan meningkatkan kualitas hidup mereka," demikian tulis peneliti dalam studi.
Meski studi ini berskala kecil—hanya 845 orang berpartisipasi dalam studi—tetapi peneliti setuju bahwa hasilnya menggambarkan populasi 1,8 juta warga Amerika berumur 70 tahun ke atas.
Pasien yang didiagnosis demensia menghadapi keadaan yang menyebabkan otaknya (dalam jangka panjang) kesulitan untuk berpikir dan menalar. Demensia cukup parah hingga memengaruhi kehidupan sehari-hari. Bentuk paling umum adalah penyakit Alzheimer.
Sejauh ini tak ada obat yang dapat menyembuhkan demensia, sementara terapi pun terbatas. "Walau demikian, deteksi demensia sejak dinilah yang mungkin membantu para dokter baik untuk memperlambat laju perkembangan maupun menyiapkan baik-baik anggota keluarga pasien," ungkap Dr. Vikas Kotagal, pimpinan studi.
Ada sejumlah faktor yang pada umumnya berpengaruh sebagai sebab demensia. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko ini, mungkin mengubah arah perkembangan.
"Biasanya, di tahap awal, penurunan daya ingat masih dapat diubah, misalnya dengan mengelola depresi dan mengatasi gangguan tidur," tutur Kotagal kepada LiveScience.
Ditambah, studi-studi telah menyarankan beberapa hal —seperti olahraga, interaksi sosial, dan permainan asah otak— juga untuk memperlambat prosesnya, kendati dalam taraf sangat terbatas.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR