Parlemen Provinsi Xinjiang, Tiongkok, Rabu (14/1), mengesahkan undang-undang yang melarang warga wilayah itu mengenakan burka di ruang publik.
Larangan mengenakan burka di Urumqi, ibu kota Xinjiang, itu disetujui parlemen lokal pada bulan lalu, dan mendapat "lampu hijau" dari parlemen regional pada akhir pekan lalu.
Pada Agustus tahun lalu, kota lain di Xinjiang, yaitu Karamay, sudah memberlakukan larangan bagi warga mengenakan pakaian Muslim, dan melarang pria yang memelihara janggut menggunakan bus kota.
Pemerintah kota Karamay secara spesifik melarang warga mengenakan burka, memelihara jenggot, serta memakai busana yang mengandung simbol bulan sabit dan bintang.
Meski keputusan pemerintah kota Karamay tidak secara khusus menyebut larangan itu berlaku untuk warga Muslim Uighur, kelompok pejuang Uighur di pengasingan mengecam langkah itu dan menyebut aturan tersebut merupakan sebuah langkah bernuansa rasialisme dan diskriminasi.
Berbagai larangan ini muncul tak lama setelah pemerintah Xinjiang melarang para pelajar, mahasiswa, dan pegawai negeri menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan.
Namun, Pemerintah Tiongkok membantah telah melakukan diskriminasi. Semua aturan ini, ujar pemerintah, diterbitkan untuk mengatasi para "ekstremis agama" yang menginginkan sebuah negara yang merdeka.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR