"Netizen" atau warga pengguna internet di Indonesia berjuang secara virtual untuk melawan korupsi. Gerakan mereka tidak terdengar, tapi menggemuruh. Mereka tidak tampak, tapi nyata...
Hanya beberapa jam saja sejak Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto dikabarkan ditangkap, rakyat segera bergerak. Poster-poster virtual berisi ajakan berkumpul di Gedung KPK tersebar luas di berbagai platform media sosial seperti Twitter, Facebook, Path, dan Instagram.
Tagar yang pertama kali tercipta dan gencar digunakan enam tahun lalu, yaitu #SaveKPK, kini mencuat kembali. Dan hebatnya, tagar itu masuk dalam 20 topik terhangat dunia di Twitter. Tagar #SaveKPK pertama kali muncul ketika kasus kriminalisasi yang menyeret mantan pimpinan KPK Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, terjadi enam tahun lalu atau tahun 2009.
Selain itu, berbagai platform media sosial juga dibanjiri oleh aneka gambar-gambar meme—humor yang sarat sindiran— terhadap peristiwa kriminalisasi KPK versi 2015 kali ini. Gambar-gambar seperti buaya, banteng, cicak, diramu dalam aneka meme yang mengantarkan pesan tajam terhadap praktik busuk penegakan hukum yang dilandasi resistensi terhadap pembasmian korupsi.
Penahanan Bambang Widjojanto juga menggerakkan kartunis Beng Rahadian, membuat kartun buaya yang tengah menunggangi banteng, bersama-sama melawan cicak. Kartun itu dia buat tidak lama setelah berita penangkapan Bambang beredar. "Jumat pagi, kan, sudah ramai di grup, pada mau ke KPK. Karena saya enggak bisa, saya akhirnya memilih bikin kartun itu," tutur Beng.
Kartun itu dibuat Beng sebagai cara untuk mengingatkan lagi bahwa perang antara buaya versus cicak kembali terjadi.
Dunia media sosial, yang akrab di kalangan kelas menengah Ibu Kota, secara cukup efektif membetot kepedulian kelas ini pada fenomena perlawanan terhadap korupsi yang juga diprioritaskan media arus utama. Sejak Jumat pagi, linimasa para netizen Indonesia pengguna media sosial diwarnai aneka postingan mengenai isu kriminalisasi KPK.!break!
Kicauan dan petisi
Isi postingan para netizen beragam, mulai dari menyuarakan protes, mengunggah foto saat berdemo di Gedung KPK, hingga menebarkan informasi. Seperti yang pernah diungkapkan aktivis Usman Hamid, peran netizen melalui media sosial dalam mendiseminasi kesadaran akan suatu isu sangat penting di era digital saat ini.
Sejak Jumat (23/1) itu pula, selain ramai di media sosial, gerakan petisi virtual beredar luas dan cepat. Salah satunya gerakan petisi bertajuk "#BebaskanBW, hentikan pelumpuhan KPK!" yang didaftarkan dalam Change.org, organisasi kampanye berbasis online.
Petisi daring tersebut ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Deputi Direktur Public Virtue Institute, John Muhammad, memulai petisi dengan alamat www.change.org/bebaskanbw pada Jumat pukul 17.13. Hanya dalam rentang dua jam, jumlah penandatangan petisi mencapai 6.000 orang. Hingga Sabtu pukul 15.30, sudah terekam 34.381 penandatangan. "Ini bukan lagi pelemahan KPK, tapi pelumpuhan! Biar 1.000 Bambang ditangkap, pemberantasan korupsi takkan tiarap," kata John.
"Ini adalah bukti bahwa masyarakat sangat aware dengan masalah ini dan desakan kepada Presiden untuk menyelesaikan masalah ini sangat kuat. Sebaliknya, respons masyarakat ini juga dijadikan pertimbangan bagi pengambil kebijakan untuk menentukan langkah selanjutnya, untuk menuntaskan masalah ini," kata Excutive Assistant and Media Relation Change.org, Denok Pratiwi.
Petisi lahir setelah John melakukan kontak dengan teman-temannya yang melakukan gerakan di kantor KPK di Kuningan, Jakarta. Ia menyebut petisi itu sebagai bagian dari berbagai peran. "Pintu masuknya memang BW, namun pesan sesungguhnya adalah melawan pelemahan KPK," kata John.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR