Lebih dari 50 persen hotel dan penginapan di Jepang melarang tamu lokal atau wisatawan mancanegara (wisman) bertato menggunakan fasilitas onsen atau pemandian air panas. Hal tersebut berdasarkan survei dari Asosiasi Pariwisata Jepang (JTA).
"Padahal, sepertiga dari wisman menjadikan onsen sebagai salah satu alasan utama mereka mengunjungi Jepang, selain makanan tradisional dan berbelanja," ujar salah satu pengeola agen wisata, dikutip Japan Today.
Sejumlah operator tur telah menerima umpan balik dari wisman yang mengungkapkan kekecewaan dan kebingungan mereka karena tidak diizinkan untuk datang ke onsen karena bertato.
Pasalnya, Jepang memiliki tradisi kuat terkait tato yang akrab dengan sindikat mafia terorganisir, Yakuza. Sindikat yang kerap terlibat aksi kejahatan dan hal negatif lainnya. Di sisi lain, beberapa operator onsen di Jepang juga tidak menyadari peran tato di sejumlah kebudayaan.
Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa 47 persen dari responden mengatakan beberapa tamu mengeluh tentang penggunaan fasilitas mandi terhadap tamu bertato. Survei tersebut dilakukan periode bulan Juni dengan melibatkan 3.768 hotel dan penginapan di Jepang, dikutip Japan Today.
Beberapa pertanyaan yang diajukan seputar survei tersebut antara lain, "Apakah Anda menolak menerima tamu yang bertato?"
Lalu, "Apakah Anda menerima tamu bertato jika mereka menutupinya dengan stiker?" atau "Apakah Anda tahu alasan penerapan larangan tamu bertato ke kamar mandi hotel?"
Berdasarkan jawaban yang diberikan 581 responden, 56 persen diantaranya mempersilakan tamu bertato untuk menggunakan kamar mandi hotel.
Sedangkan, 31 persen lainnya mengatakan mereka tidak bersedia menerima hal itu. Sementara itu, 13 persen mengatakan mereka memungkinkan menerima tamu bertato ke pemandan air panas jika tato mereka ditutup.
Pada tahun 2013, masalah ini mendapatkan banyak perhatian media setelah seorang wanita Maori dilarang mandi di pemandian umum di Hokkaido karena tato tradisional di wajahnya.
Semenjak kejadian itu, seorang pejabat dari pemandian umum menilai keputusan tersebut telah membuat tamu lain merasa tidak nyaman.
"Bahkan jika itu adalah budaya tradisional, sulit untuk mengharapkan pelanggan lain untuk memahami perbedaan antara tato yang satu dengan lainnya. Beberapa orang tertentu ada yang tidak bisa menilai konteks dibalik sebuah tato," kata pejabat tersebut.
Angka kunjungan wisman ke Jepang melonjak hingga 15 juta orang sepanjang tahun ini. Angka tersebut menjadi yang terbanyak dalam sejarah pariwisata Jepang.
(Tangguh Sipria Riang/kompas.com)
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR