"Dapatkah kita bayangkan wajah Indonesia di masa depan, jika ada seorang menteri dalam kabinet yang sedang memimpin negeri ini belum memahami dan menyadari bahwa perbuatan serta tindakan yang dilakukannya telah melanggar hukum?"
Demikian bunyi kalimat pembuka dalam petisi yang dibuat oleh Kelompok Kerja (Pokja) Kebijakan Konservasi di laman Change.org kepada Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Mereka mendesak agar menyerahkan koleksi satwa langka yang diawetkan miliknya secara terbuka di hadapan publik.
Dengan menyerahkan secara terbuka di hadapan publik, diharapkan dapat menjadi menjadi contoh bagi pejabat lainnya yang memiliki koleksi serupa agar menyadari kekeliruannya, bahwa menyimpan satwa langka merupakan pelanggaran hukum.
Petisi yang dibuat pada hari Minggu, (14/2) itu juga menuntut Tjahjo untuk mengajak serta rekan-rekan pejabat yang masih memiliki satwa dilindungi dalam bentuk awetan atau hidup untuk menyerahkannya kepada pihak yang berwenang.
Menteri Tjahjo diketahui memiliki koleksi jenis awetan (offset) satwa terancam punah dan dilindungi. Hal tersebut terkuak dari tayangan bertajuk “Satu jam lebih dekat dengan Tjahjo Kumolo” di salah satu televisi swasta pada Jumat 12 Februari 2016.
Dalam tayangan itu, ditampilkan isi rumah Menteri Tjahjo Kumolo dan terlihat harimau serta macan tutul awetan di salah satu sudutnya. Tjahjo mengatakan bahwa dirinya mendapatkan satwa awetan dari pemberian kawannya dan ada pula yang ia beli sendiri.
Tak pelak lagi, Tjahjo menuai banyak kritikan dari berbagai pihak. Perbuatan Tjahjo dianggap telah menghambat kegiatan konservasi dan penyelamatan satwa liar beserta habitatnya oleh pemerintah maupun masyarakat sipil yang peduli terhadap kelestarian keanekaragaman hayati.
Dilansir dari Merdeka.com, Organisasi non pemerintah Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group telah berkomunikasi dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terkait kepemilikan harimau yang diawetkan tersebut. Investigator senior Scorpion Marison Guciano meminta Menteri Tjahjo untuk mengembalikan koleksinya itu ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Tjahjo dikabarkan sepakat menyerahkan koleksinya ke Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA).
Ia mengonfirmasi keinginannya mengembalikan sejumlah satwa awetan ke BKSDA, "Benar. Senin surat kami kirim. Surat (akan) kami kirim dengan satwa yang diawetkan tersebut kepada pimpinan BKSDA. Tembusan kepada Bapak Presiden RI, Mensesneg, Menteri KLH, Seskab, Kepala Staf Presiden," ujarnya kepada Detik.com, Sabtu (13/2).
Melanggar hukum
Penurunan besar-besaran dari tahun ke tahun terjadi pada jumlah satwa liar dan langka yang dilindungi di Indonesia. Bahkan, ada beberapa spesies yang mendekati kepunahan. Hal ini disebabkan antara lain karena perburuan dan perdagangan ilegal, termasuk maraknya kolektor yang mengoleksi sejumlah satwa langka dan bisa lolos dari jerat hukum.
Perbuatan mengoleksi satwa langka melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 (UU 5/90) tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pasal 21 ayat (2) huruf b dalam UU 5/90 dengan tegas melarang setiap orang memiliki dan/atau memperdagangkan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR