“Ayo, ayo, mari kunjungi Museum Erotis! Lantai dua gedung ini! Gairah Anda akan bangkit!” teriak seorang perempuan dengan dandanan ala aktris Marilyn Monroe dari sebuah balkon bangunan berlantai empat.
Badannya terbalut gaun panjang berwarna putih, di kepala bertengger wig pirang benderang. Tak lupa kacamata hitam dan senyum lebar berhias gincu merah merona.
Dandanan menor dan suara lantang sang wanita kontan menghentikan langkah sekelompok pengunjung yang sedang berlalu lalang di keramaian jalan pusat turisme La Rambla, Barcelona, Spanyol, siang itu, menjelang akhir Februari.
Mereka membalas lambaian tangan “Marilyn Monroe” sambil ikut tersenyum dan tertawa cekikikan.
Beberapa orang yang penasaran mendekati pintu masuk bangunan yang terletak persis di seberang pasar La Boqueria tersebut. Sejumlah pemudi tampak tersipu dan urung melangkah masuk. Mungkin mereka malu.
Berbeda dengan mereka, didesak rasa penasaran yang menggebu, saya bersama seorang rekan jurnalis yang juga berasal dari Indonesia, mulai mendaki tangga menuju area lobi museum yang berada di lantai dua.
Film bisu dan foto hitam-putih
Di ujung tangga terdapat sebuah loket tempat membeli tiket masuk. Tarifnya 9 Euro per orang, sudah termasuk segelas champagne, atau lebih tepatnya cava, sparkling wine ala Spanyol karena hanya anggur putih berkarbonasi asal wilayah Champagne, Perancis, yang boleh menyandang nama minuman itu.
Tiga buah manekin perempuan yang dipasangi lingerie di area lobi seakan mempersiapkan pengunjung untuk melihat aneka pemandangan erotis di dalam museum. Ada juga potongan foto wanita topless, tapi ini belum apa-apa.
Museum Erotis Barcelona atau Museu de l’Erotica dalam bahasa Catalan ini ternyata tak sebegitu besar. Hanya menempati satu dari empat lantai yang ada di gedung.!break!
Lantai dibagi-bagi lagi menjadi beberapa ruangan tak berpintu yang masing-masing menampung benda-benda berbau erotis dan sensualisme dari zaman-zaman dan wilayah dunia berbeda.
Begitu melangkah masuk ke ruangan pertama, saya langsung disambut pemandangan yang membuat garuk-garuk kepala dan senyum-senyum salah tingkah.
Betapa tidak, di dalamnya tertampang koleksi puluhan foto porno jadul. Blak-blakan, tanpa sensor dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Warnanya cuma hitam putih karena berasal dari tahun-tahun awal abad ke-20, serta akhir abad ke-19. Meski demikian, pose para model pria dan wanita -entah siapa mereka- tanpa busana di dalamnya tak kalah heboh dibanding foto porno modern.
Mereka dijepret dalam berbagai gaya, entah sambil berdiri di meja atau berbaring di kursi. Alamak! Ternyata kakek dan nenek di era pra-televisi dulu juga menyimpan gairah menggelora!
Di sebuah ruangan kecil yang berdekatan terdapat sebuah area khusus untuk menayangkan video porno koleksi raja Spanyol, Alfonso XIII, yang hidup pada tahun 1886-1931.
Pada awal kelahiran sinema pun, dunia rupanya sudah mengenal film erotis. Bentuknya? Hitam putih, tentu saja, pun tanpa suara, hanya musik latar yang sepintas terdengar mirip lagu jenaka dari seri film Charlie Chaplin.
Bayangkan menonton film bisu dari era itu, tetapi adegannya vulgar dan tanpa kata-kata narasi karena isinya sudah jelas dan bisa dicerna siapapun yang sudah dewasa. Layaknya film serupa di jaman yang lebih modern, plot hanya berfungsi sebagai pengantar saja, sekedar basa-basi.
Sang raja, Alfonso XIII, konon juga merangkap sebagai produser film porno pertama di Spanyol yang sekaligus menandai dimulainya era pornografi gambar bergerak di negeri itu.!break!
Gurita Jepang, Kama Sutra, dan Sadomasochist
Ruangan-ruangan berikutnya berisi gambaran seksualitas manusia dari era yang lebih antik, dalam bentuk sejumlah artifak dan lukisan.
Ada lukisan-lukisan atau patung-patung Mesir kuno -termasuk Ratu Cleopatra- yang mungkin oleh sebagian orang dianggap mesum, lalu lampu minyak Romawi dengan bagian ujung berbentuk serupa alat kelamin.
Ada juga tiruan fresco indah yang menggambarkan aneka pilihan posisi senggama seperti yang terdapat dalam rumah-rumah hiburan malam di kota Pompeii yang terkubur letusan gunung Vesuvius itu.
Bicara soal peradaban kuno, selain budayanya yang canggih, orang-orang Romawi memang dikenal punya birahi yang tinggi.
“Segala macam hubungan seksual bisa ditemukan di shunga atau gambar musim semi (musim semi merupakan eufimisme untuk seks). Penggambarannya diwakili oleh berbagai anggota masyarakat Jepang, seperti samurai, aktor kabuki, geisha, hingga para pemuda yang dimabuk asmara,” bunyi salah satu keterangan menyangkut karya seni erotis dari Jepang.
“Shunga pertama berasal dari tahun 1660, dalam bentuk enpon (buku) bernama Yoshiwara Makura. Di dalamnya ada ilustrasi 48 posisi seks,” lanjut keterangan tersebut.
Selain menarik, membaca keterangan-keterangan seperti ini juga menambah wawasan sehingga penelusuran Museum Erotis terasa bagai menjelajahi evolusi seksualitas manusia, mulai dari zaman baheula hingga awal fotografi dan era modern nanti.
Masing-masing budaya yang ditampilkan punya gayanya sendiri. Jepang yang tadi disebut misalnya, antara lain mengetengahkan ilustrasi erotis yang melibatkan istri seorang nelayan dan dua ekor gurita.
Ilustrasi yang menggambarkan hubungan tak wajar antara manusia dengan hewan ini memang salah satu karya terkenal yang berasal dari Jepang di abad ke-19. Judulnya kira-kira The Dream of the Fisherman’s Wife. Yah, namanya mimpi, wajarlah kalau bikin geleng-geleng kepala.
Soal erotisme, tentu India tak ketinggalan. Aneka macam tiruan relief berbau hubungan badan ikut ditampilkan. Bentuknya cukup detil dan hidup, seolah menggambarkan fascination warga negeri Asia Selatan tersebut terhadap seksualitasnya.
Di sebuah etalase termpampang replika buku Kamasutra yang terkenal itu, lengkap dengan berbagai ilustrasi. Sebagian tampak wajar, lainnya terlihat agak absurd. Orang-orang zaman dulu rupanya sangat kreatif menyangkut kesenangan dunia yang satu ini!
Persis di samping paviliun India terdapat ruang lain berwarna merah menyala, seolah garang menantang pengunjung untuk melangkah masuk.
Benar rupanya warna itu, karena ruangan merah menampilkan eksebisi aneka fetishism alias kesukaan seksual yang mungkin bisa dibilang menyimpang berdasarkan norma masyarakat tertentu.
Yang paling mencolok di sini adalah sadomasokisme, sebuah kelainan ketika seseorang memproleh rangsangan seksual melalui rasa sakit. Duh!
Benda-benda yang ditampilkan pun didominasi oleh aneka peralatan yang tampak mengerikan dan bikin meringis.
Tak cuma borgol, cambuk, dan kaus lateks, ada juga sebuah kursi mekanik yang dilengkapi kunci untuk memasung kepala serta kedua kaki-tangan. Sementara, di alas duduknya yang berlubang menyembul sebuah benda berbentuk kapsul lonjong panjang. Cara kerjanya silakan dibayangkan sendiri.!break!
Kala Terbunuhnya De Bordes oleh Depresi, Jadi 'Sejarah Kecil' di Hindia Belanda
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR