11 Maret 2016, tepat 5 tahun setelah kejadian gempa dan tsunami terbesar sepanjang sejarah Jepang. Bencana tersebut telah merenggut 15,894 korban jiwa ditambah 2,563 lainnya yang dinyatakan hilang sampai saat ini.
Tidak hanya itu, tidak kurang dari 399,923 bangunan luluh lantak diterjang tsunami yang mengakibatkan 58,948 orang masih tinggal di hunian sementara (huntap) dan 174,471 pengungsi belum kembali ke tempat tinggal asalnya hingga lima tahun paska bencana.
Perubahan konsep mitigasi tsunami
Bencana gempa dan tsunami lima tahun lalu secara signifikan merubah tatanan dan konsepsi dasar penanggulangan bencana tsunami di Jepang.
Sebelumnya, pemerintah Jepang menggunakan konsepsi tsunami countermeasure. Konsepsi mitigasi ini mengandalkan keberadaan struktur rigid berupa tembok laut di hampir sepanjang pesisir Jepang terutama di kawasan Tohoku (Utara-Timur) Pulau Honsu dan breakwater atau pemecah gelombang di mulut teluk-teluk di kawasan tersebut.Belajar dari pengalaman tsunami lima tahun lalu, konsepsi mitigasi berubah menjadi tsunami mitigation and land use planning, meski tidak menghilangkan sepenuhnya konsepsi sebelumnya. Konsepi yang baru mengedepankan tata ruang dengan membagi kawasan yang terancam tsunami menjadi dua bagian.
Bagian pertama adalah kawasan tsunami level 1: kawasan ini adalah daerah-daerah yang berpotensi terdampak oleh tsunami dengan periode ulang kejadian 50-150 tahun.
Jepang memiliki catatan kejadian tsunami yang bisa dikatakan sangat lengkap sehingga tanggal kejadian serta dampak tsunami berupa jumlah korban dan jumlah bangunan yang rusak dihantam oleh tsunami terekam dengan baik.
Tsunami yang dibangkitkan oleh gempa jenis ini rata-rata memiliki ketinggian ~7-10 m.
Bagian kedua adalah kawasan tsunami level 2: kawasan ini adalah daerah-daerah yang berpotensi terdampak oleh tsunami dengan periode ulang kejadian di atas 500 tahun sampai seribuan tahun atau yang dikenal dengan supercycle.
Tsunami dalam kategori ini bisa mencapai ketinggian 20-30 m. Tsunami tahun 2011 adalah tsunami level 2.
Pembagian dua level tingkatan tsunami ini diaplikasikan dalam tata ruang paska bencana. Di Kota Sendai misalnya (seperti Gambar 1), kawasan dengan warna merah merupakan batas dari kawasan tsunami level 1 dan kawasan dengan warna kuning merupakan daerah tsunami level 2.
Kenapa pembagian wilayah ini menjadi sangat penting?
Perlu diingat bahwa periode ulang tsunami di suatu daerah sangat penting untuk menentukan jenis mitigasi yang akan dibangun di kawasan tertentu.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR