Nationalgeographic.co.id—Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia, tetapi juga kerusakan di wilayah hutan mangrove banyak terjadi di Indonesia. Hutan mangrove kita membutuhkan strategi yang tepat dalam merehabilitasi dan merestorasi ekosistem hutan mangrove.
Hutan mangrove merupakan aspek penting dalam kehidupan. Keberadaannya menjadi paru-paru bagi bumi, sekaligus melindungi masyarakat pesisir dari risiko terkena gelombang tinggi atau tsunami. Hutan mangrove pun merupakan habitat bagi kerang dan biota laut lainnya, selama memiliki kualitas air laut yang bersih. Mangrove merupakan penyelamat ekosistem pesisir.
Pelindo Marines, anak perusahaan BUMN Pelindo, mengadakan kegiatan untuk mengurangi dampak abrasi di kawasan Kampung Relokasi Nelayan Tambakrejo, peisisir utara Semarang. Kegiatan yang dilakukan adalah penanaman bersama bibit mangrove serta pemberian edukasi kepada warga mengenai manfaat ekonomi dari potensi wisata dan dari pemilahan sampah di wilayah setempat.
Digelar pada Jumat, 17 Desember 2021, kegiatan ini bisa terselenggara berta kolaborasi dari sejumlah komunitas. Mereka antara lain perusahaan rintisan Bersukaria Tour yang bergerak di bidang wisata dan Rapel Indonesia yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan.
Kegiatan ini juga menggandeng kelompok nelayan lokal setempat, KUB Armada Laut. Selain itu, inisiatif baik ini juga didukung oleh National Geographic Indonesia.
Aktivitas penanaman mangrove dipilih karena hutan mangrove atau hutan mangrove diketahui mampu mencegah abrasi pesisir berdasarkan hasil sejumlah penelitian. Keberadaan tanaman-tanaman mangrove yang membentuk hutan mangrove dapat menjaga garis pantai dari sebuan air pasang dan banjir rob sehingga tanah di pesisir tidak terkikis.
Selain mencegah abrasi, hutan mangrove juga mampu menyimpan karbon tiga hingga lima kali lebih banyak dari hutan di darat sehingga berkontribusi besar dalam memperlambat pemanasan global. Di samping itu, mangrove juga membentuk ekosistem unik, dengan menyediakan tempat berkembang biak dari biota-biota laut, sekaligus menjadi tempat persinggahan dari burung-burung yang bermigrasi.
Kawasan mangrove yang lestari berpotensi untuk menjadi daya tarik pariwisata. Banyak hutan mangrove di Indonesia yang sudah menjadi tempat wisata. Misalnya di Surabaya, Jakarta, dan bahkan juga di luar pulau Jawa seperti Bali. Jadi, wilayah pesisir tidak hanya bisa menjadi tempat wisata pantai, tapi juga tempat wisata mangrove.
Keberadaan pohon-pohon mangrove yang bisa membentuk hutan mangrove ini perlu dijaga antara lain dengan menjaga kebersihannya dari sampah dan polutan lainnya. Sampah yang ada di pesisir bisa dikumpulkan dan kemudian dipilah untuk kemudian dijual. Jenis sampah terkumpul yang bisa didaur ulang ini bisa dijual antara lain melalui aplikasi Rapel ID yang dibuat Rapel Indonesia sehingga bisa menghasilkan cuan alias manfaat ekonomi.
Adapun terkait potensi wisata di pesisir utara Semarang ini, Fauzan Mawardi dari Bersukaria menyebutkan bahwa abrasi di wilayah ini telah membuat khawatir banyak pihak, termasuk para pegiat wisata. Padahal, pesisir utara Semarang memiliki potensi wisata yang besar.
"Harapannya bakau-bakau ini kelak menjadi perisai yang menepis abrasi. Edukasi pemilahan sampah membuat warga memiliki alternatif untuk memanfaatkan sampah plastik yang rutin datang tak diundang ke lingkungannya bersama hempasan air pasang laut," ujar Fauzan yang terlibat dalam kegiatan di Kampung Relokasi Nelayan Tambakrejo ini.
Ketua KUB Armada Laut, Ahmad Marzuki, menyambut baik adanya kolaborasi berbagai pihak yang hadir langsung dan berupaya membuka pemahaman warga atas adanya potensi ekonomi dari pelestarian lingkungan, yakni ekonomi wisata dan pemilahan sampah.
"Semoga dengan kolaborasi dari banyak pihak ini, warga menjadi yakin dan mau mulai sedikit demi sedikit untuk lebih menjaga lingkungannya. Karena keluarga dan anak kami sendiri yang hidup di lingkungan ini. Apalagi adanya manfaat secara ekonomi bisa lebih memotivasi warga," katanya.
Baca Juga: Tidak Cukup Menanam, Perlu Keragaman Hayati Supaya Mangrove Lestari
Plt. Direktur Utama Pelindo Marines, Kartiko Adi, mengatakan senang atas semangat warga setempat dalam mengikuti kegiatan ini. "Kami senang sekali ibu-ibu di Kampung Relokasi Nelayan Tambakrejo Semarang ini antusias mengikuti (sesi edukasi). Semoga kelak pelestarian lingkungan dan pengelolaan sampah yang memberikan manfaat ekonomi bisa menjadi kolaborasi yang berkelanjutan bagi warga," tuturnya.
Didi Kaspi Kasim, Editor In Chief National Geographic Indonesia yang turut hadir dalam acara, menambahkan bahwa perubahan iklim dan pandemi membuat persoalan generasi kini semakin unik dan pelik. "Namun saya yakin, kemampuan adaptif kitalah yang akan membawa kita keluar dari kesulitan," ucapnya.
"Inovasi dan kolaborasi sangat dibutuhkan umat manusia kini. Kolaborasi Pelindo Marines, Bersukaria, Rapel ID, tentunya kelompok nelayan dan warga, serta bersama media merupakan satu upaya bersama untuk mengakselerasi terjadinya sudut pandang baru dan solusi-solusi masa depan," tegasnya.
Baca Juga: Hutan Mangrove Jadi Sorotan Saat Jokowi Mengunjungi Tahura Ngurah Rai
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR