Para peneliti di Universitas Teknologi Sydney sedang menjalani misi penting menemukan cara mengatasi prevalensi superbug (kuman super) di seluruh dunia.
Mahasiswa peneliti Jana Soares selama berhari-hari merawat cacing dengan kombinasi antibiotik dan anti-mikroba peptide yang umum digunakan untuk pengawetan makanan.
Cacing-cacing tersebut terinfeksi dengan superbug yang umum dijumpai, Pseudomonas aeruginosa, yang resisten terhadap banyak jenis antibiotik. Bakteri ini umum menginfeksi manusia yang dirawat di rumah sakit selama lebih dari 1 minggu dan bisa mengancam keselamatan jiwa.
"Ini merupakan penelitian yang penting karena kita tengah berusaha mengembangkan pengobatan bagi pasien di masa depan," kata Soares.
"Saat ini antibiotik yang kita gunakan tidak lagi digunakan di klinik karena bacteri sudah mengembangkan resistensinya terhadap antibiotik tersebut,"
"Kita perlu menemukan antibiotik baru atau cara yang baru untuk menurunkan resistensi mikroba itu terhadap antibiotik,"
Soares, adalah mahasiswa AS yang dikirim belajar dengan dana beasiswa pasca sarjana Fulbright, menindaklanjuti temuan sebelumnya oleh Associate Professor Cynthia Whitchurch dari lembaga ithree UTS.
Dia menularkan cacing nematoda dengan strain dari P. aeruginosa berflourescent yang akan bersinar hijau di bawah mikroskop.
Hal ini memungkinkan dia memantau apakah ada penurunan bakteri setelah nematoda diberikan kombinasi antibiotik.
Jika cacing berhasil hidup, maka peneliti berencana mengujicoba model ini pada tikus sebelum melakukan uji klinis – jika metode ini terbukti sukses.
"Ini merupakan batu loncatan yang baik untuk mendapatkan gambaran bagaimana kita bisa menemukan metode baru untuk mengatasi resistensi antibiotik," katanya.
"Semua hal yang bisa kita lakukan untuk memahami bagaimana mengatasi resistensi antibiotik ini atau menemukan antibiotik baru akan mampu menyelamatkan nyawa manusia,"
"Resistensi terhadap antibiotik saat ini menjadi sumber keprihatinan kesehatan masyarakat di seluruh dunia,"
Keprihatinan warga Australia menjadi semakin signifikan beberapa waktu terakhir menyusul laporan mengenai seorang pria di Victoria yang meninggal setelah terinfeksi Klebsiella pneumonia yang resisten terhadap pengobatan antibiotik.
Laporan yang dipublikasikan di Jurnal Kesehatan Australia ini menyebutkan secara rinci kalau pria berusia 59 tahun itu terinfeksi bakteri pneumonia tersebut selama 2 bulan setelah dirawat di RS St Vincent, Melbourne karena Pankreatitis.
Karena bakteri itu resisten terhadap sejumlah antibiotik, pria tersebut dalam waktu singkat kondisinya memburuk dan 5 bulan kemudian meninggal.
Peter Collignon, Profesor Penyakit Menular dan Mikrobiologi di Universitas Nasional Australia, mengatakan laporan seperti ini adalah salah satu alasan mengapa Australia perlu mengurangi jumlah antibiotik yang mereka gunakan.
"Antibiotik adalah satu-satunya obat yang memberikan masyarakat efek samping, semakin banyak antibiotik kita gunakan, semakin kita memproduksi dan memilih \'bug\' yang tahan atau resisten dengan antibiotik atau superbug," katanya.
Resistensi antibiotik menjadi salah satu hal yang dapat kita turunkan kepada anggota keluarga lainnya dan sebagai masyarakat secara keseluruhan, resistensi itu akan ditularkan dari satu individu ke individu yang lain.
Profesor Collignon mengatakan resistensi antibiotik sekarang sudah menjadi masalah di seluruh dunia, meskipun tingkat di Australia relatif rendah karena pasokan air yang baik dan pembatasan impor daging.
Namun, Ia mengatakan Australia menggunakan dua kali lebih banyak antibiotik dibandingkan negara lain seperti Belanda namun tidak ada bukti yang membuat orang menjadi jauh lebih baik kondisinya.
"Kita bukan hendak memperoleh peringkat yang sama dengan China dan India karena permasalahan infrastruktur dan memiliki kontrol pada siapa yang bisa meresepkan antibiotik dan kualitas dari antibiotik, namun kita tengah menuju ke arah sana."
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR