Nationalgeographic.co.id—Ketika orang Spanyol pertama kali tiba di pulau Visaya (Bisaya) pada tahun 1521 dari Maluku, mereka melabeli penduduk asli di sana sebagai "pintados", yang berarti 'orang yang dicat' atau 'dicat'.
Tato dipraktikkan secara luas di Filipina pra-kolonial baik untuk tujuan ornamen maupun ritus masyarakatnya. Budaya dan ritus ini sangat populer di Visaya dan di antara suku-suku dataran tinggi yang mendiami Pulau Luzon.
"Tato yang dimiliki para pejuang ini (Visaya) tidak hanya dimaksudkan untuk tujuan dekoratif atau memperindah tubuh saja," tulis William Henry Scott dalam bukunya Barangay: Sixteenth Century Philippine Culture, terbit pada tahun 1994.
"Tato Pintado memproyeksikan aura intimidasi untuk menakuti musuh mereka, yang merupakan bagian dari strategi psikologis mereka selama perang suku dan penyerbuan," imbuhnya.
Perlu diketahui, bahwa untuk mendapatkan tato yang mereka sebut dengan Pintado, membutuhkan proses siksaan yang hanya dapat dialami oleh pria yang paling tangguh, kadang-kadang juga wanita yang berani.
Beberapa dari kelompok suku Visaya, biasanya mempraktikkan pengayauan (membunuh orang untuk diambil kepalanya -biasanya dilakukan suku yang masih primitif), menjadi salah satu alasan utama di balik pembuatan tato.
Source | : | The Manila Times,Barangay: Sixteenth Century Philippine Culture (1994) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR