Gitanjali Rao adalah seorang gadis berusia 11 tahun yang baru-baru ini memenangkan Discovery Education 3M Young Scientist Challenge tahun ini.
Gadis asal Colorado ini memenangkan ajang bergengsi tersebut setelah sensor yang ia ciptakan mampu mendeteksi kadar timbal dalam air lebih baik dari metode tradisional.
Kemenangan Rao diumumkan pada Selasa (17/10/2017). Dengan kemenangannya ini, Rao berhak mendapatkan 25.000 dollar Amerika atau setara dengan 337.850.075 rupiah.
Rao mengaku ide tersebut ia kembangka selama lima bulan sebagai respon dari krisis air yang melanda Flint, Michigan belakangan ini.
"Gagasan itu baru saja saya dapatkan saat melihat orang tua saya menguji timbal pada air di rumah kami," tutur siswa kelas tujuh ini seperti yang dikutip melalui Business Insider, Kamis (19/10/2017).
(Baca juga: Jika Es Arktik Mencair, Virus Raksasa Kuno Bisa Bangkit Kembali)
"Saya berpikir, \'Ini bukanlah cara yang andal dan saya harus melakukan sesuatu untuk mengubah ini," sambungnya.
Menurut data yang diperolah pada 2016, air yang terkontaminasi timbal menjadi masalah bagi 5.300 sistem air di Amerika Serikat. Karena itu, saat ingin menguji kadar timbal dalam air mereka, orang akan menggunakan satu dari dua cara.
Biasanya, orang-orang akan menggunakan strip tes timbal. Cara ini kelihatannya memang cepat, namun hasilnya tidak sepenuhnya akurat.
Cara lain yang bisa dilakukan biasanya adalah mengirim air ke (Environmental Protection Agency) EPA untuk di analisis.
Sayangnya, cara ini membutuhkan waktu lama dan peralatan yang mahal.
Karena hal tersebut, Rao kemudian ingin merancang solusi yang lebih cerdas dan efektif.
Selama musim panas Rao bekerja dengan ilmuan 3M untuk membuat sensor yang diusulkannya menjadi nyata.
Perangkat yang diberi nama Rao Tethys ini menggunakan karbon-nanotube untuk mendeteksi keberadaan timbal dalam air.
(Baca juga: Mengapa Kita Harus Peduli Terhadap Air limbah dan Pengelolaannya?)
Rao menyetel karbon-nanotube untuk mendeteksi timbal, memasangkan perangkat tersebut dengan aplikasi seluler yang menampilkan status air.
Setelah kemenangannya, Rao mengatakan bahwa ia berharap bisa memperbaiki perangkat ini lebih baik lagi.
Pada akhirnya nanti, ia berharap bisa menjual sensor ini kepada semua orang yang tinggal di daerah terkontaminasi timbal.
Rao yang bercita-cita menjadi ahli genetika atau ahli epidemiologi ini mengatakan kontaminasi timbal menarik baginya karena menggabungkan kedua disiplin ilmu tersebut.
"Jika anda mandi dengan air yang terkontaminasi, kemudian dengan mudah mendapatkan ruam akan dipelajari oleh ahli epidemiologi," katanya.
(Baca juga: Air Langit untuk Masyarakat Dunia)
"Dan jika seseorang meminum air tersebut, kemungkinan memiliki anak yang cacat, meskipun kemungkinannya kecil." sambung Rao.
Bagaimana pun, Rao mengatakan tujuannya dengan perangkat yang diberi nama dewi air Yunani itu adalah untuk menjangkau sebanyak mungkin orang.
"Saya mempelajari sedikit dari kedua topik ini karena saya sangat tertarik dengan bidang ini," tutur Rao.
"Dan kemudian saya menemukan perangkat ini untuk membantu menyelamatkan nyawa." tutupnya.
Artikel ini sudah pernah tayang di Kompas.com dengan judul Gadis 11 Tahun Temukan Cara Deteksi Timbal Berbahaya dalam Air
Penulis | : | |
Editor | : | dian prawitasari |
KOMENTAR