Tadinya saya tidak memiliki rencana spesial sebelum berangkat ke Banda Neira. Ya, hanya sekadar perjalanan biasa saja. Namun di luar dugaan, saya merasakan hal yang lebih dari sekadar liburan. Perjalanan singkat ke salah satu pulau di Maluku itu mengingatkan saya kembali tentang ketenangan jiwa.
Tadinya sudah telanjur geregetan, sebab pesawat yang harusnya membawa kami ke Banda Neira (Banda Naira), Kepulauan Banda, Maluku itu dikabarkan tidak bisa terbang karena alasan teknis.
Padahal tiket pesawat dari Jakarta ke Ambon sudah dipesan. Dan sayangnya, kami juga kehabisan tiket kapal cepat. Sehingga mau tak mau, terpaksa tiket pesawat Jakarta-Ambon diganti jadwal. Sebab satu-satunya transportasi yang bisa membawa kami ke Banda hanyalah KM Pangrango milik PT Pelni.
Belajar dari pengalaman itu, jika suatu waktu Anda akan berlibur ke Banda Neira, bukan tiket pesawat ke Ambon yang harus diprioritaskan. Namun pastikan untuk mengetahui jadwal penerbangan atau kapal cepat dari Ambon ke Banda Neira. Sebab keduanya tidak memiliki jadwal yang tetap, belum lagi kondisi teknis dan situasi cuaca yang bisa saja menghambat rencana perjalanan.
Dengan menumpang kapal Pelni, perjalanan dari Ambon menuju Banda Neira ditempuh selama 12-13 jam. Bosan? Tentu saja tidak. Sebab kapal ini memang sudah didesain dengan fasilitas yang membuat penumpang merasa aman dan nyaman. Tapi kita tidak akan membahas cerita seru di kapal Pelni saat ini, karena saya tidak sabar bercerita soal pulau cantik yang baru saja saya datangi, Banda Neira!
Matahari belum terbit ketika saya menginjakkan kaki di Pelabuhan Banda Neira, tapi cakrawala mulai terlihat benderang. Saya menghirup udara Banda Neira, aroma khas kapal Pelni sirna sudah, saya disambut aroma segar pagi hari. Seketika saya lupa segala lelah yang tadi membebani selama perjalanan. Saya hafal dengan aroma laut, tapi mengapa aroma Banda Neira tercium begitu menyegarkan dan menenangkan?
(Baca juga: Sabana nan Elok di Pulau Kenawa)
Entahlah apakah karena saya tiba di sana sewaktu subuh atau memang Banda Neira ini memiliki suasana khas yang begitu tenteram. Warga Neira sudah mudah beraktivitas. Tampak anak-anak sekolah yang berjalan kaki dengan seragamnya.
Para pemilik toko membuka pintu untuk dagangannya. Dan para pengojek sudah mangkal di tempatnya masing-masing menunggu penumpang. Belakangan baru saya tahu, kalau kebanyakan wisatawan memang menggunakan ojek untuk mengelilingi Neira. Tak banyak mobil di sini.
Sepanjang perjalanan menuju penginapan, tak ada satu warga pun yang bergeming menonton orang asing yang lewat. Mereka semua membalas senyum saya. Teduh sekali rasanya. Itulah sebabnya kesan pertama saya pada Banda Neira adalah ketenangan. Berbeda dengan di kota, saat kesibukan menunggangi semua insan untuk bergerak cepat.
Suasana pemukiman di Banda Neira (Tika Anggreni Purba)
Alam bawah laut
Untuk pemandangan alam, sekilas Banda Neira tidak terlihat spesial. Karena rupanya pesonanya tersembunyi. Kita akan jatuh cinta setelah menjelajahnya. Seperti yang saya rasakan tadi, bukan pemandangan alam yang menggaet saya pertama sekali, tapi tenang teduhnya.
Namun saya semakin jatuh cinta, setelah matahari mulai naik di langit biru. Wow! Alam Banda Neira cantik sekali. Kemegahan Gunung Api menjulang percaya diri, bayangannya memantul di air laut yang berombak kecil-kecil. Gunung Api ini masih aktif, salah satu aset penting Banda Neira, sebab dari puncaknya keindahan alam Banda semakin sempurna. Untuk mendakinya, membutuhkan waktu dua jam.
Bagi yang berminat untuk snorkeling atau diving, mungkin akan tahan melakukannya berjam-jam di sini. Sebab pulau-pulau di Banda menyajikan pemandangan alam bawah laut kelas ekslusif. Mengapa begitu, karena belum nyebur saya, kita sudah bisa melihat langsung dari permukaan air berbagai terumbu karang dan biota laut lainnya. Ya karena itu tadi, airnya sangat jernih.
(Baca juga: Banda the Dark Forgotten Trail, Upaya Merawat Ingatan Tentang Sejarah Indonesia)
Tapi tunggu dulu, bukan berarti kita bisa snorkeling di pinggir laut Banda Neira. Biasanya harus melipir dulu ke Pulau Hatta, Pulau Sjahrir, Pulau Run, dan Pulau Neilaka. Di dekat Banda Neira ada sih, yaitu di lereng Gunung Api alias Lava Flow. “Kalau snorkeling ke Pulau Hatta, bisa-bisa Anda enggak mau pulang,” kata jurumudi kapal pada saya. Soalnya saat itu kami tidak sempat mengunjungi Pulau Hatta. Snorkeling hanya di sekitaran Neira saja. Itu saja sudah bikin sumringah.
Spot wajib untuk diving adalah Pulau Ai. Sama seperti spot snorkeling lainnya yang pada perairan dangkal sudah menunjukkan keindahannya, maka pulau Ai lebih lagi. Aktivitas menyelam tidak terlupakan bisa Anda rasakan di pulau-pulau Banda ini.
Untuk Island Hopping, berpindah dari satu pulau ke pulau lain, bisa menggunakan kapal motor biasa atau speed boat dengan harga sewa yang berbeda-beda. Tergantung Anda memilih kapal yang mana atau penyedia kapal yang mana. Kapal yang kami tumpangi hari itu disewa Rp1,5 juta/hari.
Intinya, Banda Neira menawarkan perjalanan wisata yang tidak biasa. Banda Neira menunjukkan kekayaan semesta yang semakin memesona dari hari ke hari. Dan terakhir, Banda Neira membuat pengunjungnya melupakan penat yang tadinya bikin kepala berat.
Saya benar-benar bisa melupakan penat dan padatnya Jakarta, selama beberapa waktu di Banda Neira.
Penulis | : | |
Editor | : | dian prawitasari |
KOMENTAR