Menurut studi terbaru dari University of Zurich dan University of South Florida, orang-orang yang tidak mampu membatasi pekerjaan dengan kehidupan pribadi, akan merasa lebih lelah.
Ini terjadi karena mereka yang mengutamakan pekerjaan, tidak memiliki waktu untuk melakukan kegiatan yang membuat rileks dan tenang.
“Para karyawan yang menyatukan pekerjaan dengan kehidupan pribadinya diketahui sering merasa lelah karena tidak punya waktu untuk ‘memulihkan’ diri. Akibatnya, kesejahteraan diri pun rendah,” kata Ariane Wepfer, pemimpin penelitian ini.
(Baca juga: Sering Menunda Pekerjaan Berdampak Buruk pada Tubuh)
Studi online ini mengumpulkan 1916 pekerja, rata-rata berusia 42.3 tahun, dari negara-negara berbahasa Jerman. Mereka ditanya mengenai kapasitasnya dalam membatasi pekerjaan dan kehidupan, seberapa sering mereka memikirkan pekerjaan di luar jam kerja, dan apakah mereka membawa pekerjaan ke rumah saat akhir pekan.
Para peneliti juga bertanya apakah mereka bekerja sangat keras demi menghindari tugas di akhir pekan, dan masihkah meluangkan waktu untuk hobi setelah kerja.
Ternyata, banyak pekerja yang gagal menetapkan batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Kegiatan ‘pemulihan’ seperti hobi, olahraga dan kehidupan sosial mereka ternyata tidak cukup mengimbangi pekerjaan di kantor. Alhasil, para pekerja sering mengalami kelelahan.
Wepfer mengatakan, penemuan ini berimplikasi pada kebijakan departemen sumber daya (HRD) dan perusahaan.
“Kebijakan dan budaya organisasi seharusnya disesuaikan agar karyawan mampu mengelola batas antara pekerjaan dan pribadi. Dengan begitu, mereka bisa bekerja tanpa merusak kesejahteraan diri,” paparnya.
(Baca juga: Langkah-langkah Menciptakan Tempat Kerja yang Sehat Bagi Mental)
Menurut Wepfer, kurangnya kesejahteraan diri nantinya akan berdampak pada produktivitas dan kreativitas karyawan. Dan ini bukanlah hal yang baik.
Berdasarkan laporan Ernst and Young di 2015, sepertiga karyawan full time mengatakan bahwa mereka harus mampu multitasking – sistem kerja seperti ini semakin berkembang dalam lima tahun terakhir.
Sementara itu, satu dari enam pekerja milenial di AS mengaku mengalami konsekuensi negatif akibat jadwal kerja yang fleksibel.
Penulis | : | |
Editor | : | dian prawitasari |
KOMENTAR