Nationalgeographic.co.id—Sendang merupakan kolam yang di dalamnya terdapat sumber mata air. Air sendangnya jernih dan selalu mengalir. Biasanya, sendang digunakan untuk mandi, mecuci pakaian, dan menjadi sumber air bagi masyarakat setempat.
Masyarakat Desa Tetep, Salatiga, menjadikan sendang sebagai tempat yang disakralkan dan dihormati. Terdapat dua sendang di desa ini yang digunakan untuk tempat pelaksanaan tradisi atau upacara adat. Kedua sendang tersebut diyakini masyarakat Desa Tetep sebagai tempat yang dijaga oleh roh leluhur mereka.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Aida Fitriyani, Tri Widiarto, dan Sunardi dari Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP, Universitas Kristen Satya Wacana pada jurnal yang dipublish oleh Jurnal Agastya, bahwa sendang yang dikenal dengan sebutan Ki Godong mPlati dan Nyi Godong mPlati merupakan sendang pertama yang dipercaya ditunggu oleh sepasang suami istri. Selain itu sendang ini melambangkan sebagai siwur atau gayung yang dikelilingi pohon beringin dekat sungai.
Sendang kedua yang dikenal masyarakat Desa Tetep dengan sebutan sendang Ki Gambreng, merupakan sendang yang dipercaya jika sendang ini ditunggu oleh sesepuh dan dilambangkan sebagai bak atau tempat penampungan air yang dikelilingi pohon bambu dan letaknya dekat dengan sungai.
Kedua sendang tersebut dijadikan masyarakat Desa Tetep sebagai tempat penyelenggaraan tradisi. Menurut riset, tradisi ini disebut dengan tradisi Sendang Ki Godong mPlati, Nyi Godong mPlati, dan Ki Gambreng, yang mana tradisi ini mengandung nilai-nilai karakter sosial-religius pada masyarakat Desa Tetep.
Tradisi Sendang Ki Godong mPlati, Nyi Godong mPlati, dan Ki Gambreng
Tradisi Sendang Ki Godong mPlati, Nyi Godong mPlati, dan Ki Gambreng ini merupakan adat dan kebudayaan yang diwariskan secara turun menurun oleh penduduk Desa Tetep.
“Tradisi ini dilakukan sewaktu-waktu tanpa ada tanggal atau bulan yang tetap. Tradisi ini dilaksanakan setiap adanya hajat atau acara masyarakat misalnya pernikahan, syukuran, dan khitanan. Tradisi Sendang Ki Godong mPlati, Nyi Godong mPlati, dan Ki Gambreng tidak luput dari leluhur,” tulis Aida pada risetnya.
Masyarakat Desa Tetep sampai sekarang masih percaya dengan kepercayaan anismisme dan dinamisme. Dimana, dulunya penduduk Tetep percaya bahwa pohon beringin dan sumber air dari sendang adalah sumber kehidupan dan mengandung sumber magis. Hal ini membuat penduduk setempat menghargai tempat tersebut dengan memberikan sesajen saat diadakannya sebuah acara.
Tradisi Sendang Ki Godong mPlati, Nyi Godong mPlati, dan Ki Gambreng ini dilakukan untuk melestarikan budaya dan tradisi, mendapatkan keselamatan, kelancaran saat acara berlangsung, dan mempererat tali persaudaraan dalam menjalin kerukunan antarwarga.
Baca Juga: Selidik Makna Prasasti Plumpungan Berusia Lebih dari Seribu Tahun
Dalam pelaksanaan tradisi ini, penduduk Tetep saling gotong royong untuk menyiapkan keperluan tradisi ini. Pada saat tradisi Sendang Ki Godong mPlati, Nyi Godong mPlati, dan Ki Gambreng dimulai, juru kunci sendang akan menata sesajen dan mulai berdoa.
“Masyarakat mengangap bahwa jika mereka punya hajat, sendang juga harus ikut merasakan, karena hajat biasanya adalah acara yang menggembirakan untuk masyarakat, maka leluhur mereka juga harus merasakan kegembiraan,” jelas Aida pada penelitiannya.
Jika penduduk Desa Tetep tidak melaksanakan tradisi ini, mereka tidak akan berani mengadakan acara-acara seperti hajatan pernikahan, syukuran, atau khitanan dan lain-lain.
Hal-Hal yang Harus Disiapkan untuk Tradisi Sendang Ki Godong mPlati, Nyi Godong mPlati, dan Ki Gambreng
Sebelum penduduk Desa Tetep merayakan sebuah acara, mereka berbondong-bondong untuk mempersiapkan tradisi Sendang bersama dengan juru kunci sendang dan tuan rumah. Tradisi ini biasanya dilakukan pada pagi hari sebelum acara dimulai dengan menyiapkan berbagai makanan yang kemudian diberikan kepada juru kunci sendang.
“Makanan ini terdiri dari ingkung ayam, buah nanas,timun, buah pisang raja, ketupat, nasi ketan hitam dan nasi ketan putih, berondong, buah bengkoang, gethok, kacang, bubur jenang roti, tape nasi ketan hitam, tiwul, cenil, mendut, sambel urap, sambel gepeng, cengkaruk, jenang blowokdan sayur limaran,” ujar Aida pada jurnalnya.
Selain makanan atau jajanan, tuan rumah yang mengadakan acara juga harus mempersiapkan beberapa bahan untuk sesajen dan beberapa macam dedaunan seperti daun dadap, awar-awar, alang-alang, 10 janur atau daun pohon kelapa muda, buah kedondong, ketupat, parem, kain jarik, paku, air putih, teh, kopi, rokok, bunga setaman, wangi-wangian, uang receh, kendi, besek atau wadah yang terbuat dari anyaman bambu.
Bahan-bahan itu oleh penduduk Desa Tetep disebut dengan jajanan yang terdiri dari 5 buah tatanan atau sesajen. Untuk tolak bala rumah, masyarakat menggunakan janur yang disilangkan lalu dipasang dengan 10 paku di setiap sisi rumah warga yang memiliki hajat. Kemudian dilanjutkan dengan doa keselamatan dan makan bersama. Setelah itu juru kunci dan penduduk Desa Tetep beriringan menuju ke Sendang Ki Godong mPlati, Nyi Godong mPlati, dan Ki Gambreng untuk melakukan tradisi sendang ini.
Tradisi ini memang diwariskan secara turun menurun dari nenek moyang mereka, sehingga harus diteruskan dan tetap dijaga. Selain itu, tradisi ini memiliki makna sosial dan religius yang berdampak pada banyak orang seperti mempererat tali persaudaraan dalam menjalin kerukunan antarwarga, gotong royong, menghormati para leluhur, dan doa bersama.
Baca Juga: Enting-Enting Gepuk: Camilan Khas Tanda Eksistensi Orang Tionghoa
Penulis | : | Ratu Haiu Dianee |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR