Nationalgeographic.co.id - Dampak buruk pemanasan global bagi kutub utara adalah pencairan es. Imbasnya, pesisir yang sebelumnya tertutup es jadi terbuka atau kurang terlindungi dan mengakibatkan pengikisan, sementara karbon yang tersimpan di tanah dan karbon dioksida dilepaskan ke laut dan atmosfer.
Itulah yang diungkap oleh para peneliti baru-baru ini dalam jurnal Nature Climate Change berjudul "Increase in Arctic coastal erosion and its sensitivity to warming in the twenty-first century", Senin, (14/02/2022).
Lewat skala prediksi mereka terkait rangkaian kejadian ini di seluruh Arktika, erosi akan mengancam pantai-pantai di sana. Sebab, pemanasan tanah mengakibatkan penurunan dan keruntuhan tanah, dapat membahayakan infrastruktur penting, dan mengancam keselamatan penduduk sekitar.
Baca Juga: Bisakah Para Ilmuwan Mengembangkan Suaka Es untuk Kehidupan Arktika?
Temuan ini dilakukan para peneliti dengan menghitung skala masa depan dari proses pencairan es terhadap tanah di pesisir Arktika. Tim yang dipimpin David Nielsen dari Center for Earth System Research and Sustainability (CEN) di Hamburg University, mendapati pemanasan sangat mempercepat kejadian ini.
"Kami telah menjalankan berbagai skenario, tergantung pada berapa banyak gas rumah kaca yang akan dikeluarkan manusia di tahun-tahun mendatang," ujar Nielsen di Phys. "Menurut penelitian, tidak hanya semakin banyak daratan yang hilang secara absolut; dengan setiap tingkat kenaikan suhu, laju erosi tahunan meningkat—dalam beberapa meter, tetapi juga dalam jutaan ton karbon yang dilepaskan."
Nielsen dan tim mengutarakan, jika emisi gas rumah kaca tetap tidak terkendali atau terus meningkat, dan tingkatnya bisa lebih dari dua kali lipat pada tahun 2100. Artinya, erosi bisa terjadi hingga tiga meter per tahun dengan kondisi demikian.
Baca Juga: Melonjaknya Jumlah Sambaran Petir di Arktika Buat Ilmuwan Khawatir
Ini pertama kalinya bagi Nielsen dan tim menghitung keseimbangan masa depan untuk kutub utara secara luas, dan menganggapnya sebuah pencapaian penting. Dikarenakan, erosi pantai sangat bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
"Di kutub utara, erosi selalu merupakan kombinasi dari faktor termal dan mekanis," ujarnya. Itu sebabnya, penghitungannya menghubungkan model sistem Bumi yang tersimpan dalam data pengamatan, simulasi gelombang, dan analisis ulang iklim.
"Tergantung pada lokasi dan bentuk pantai masing-masing, kami berharap untuk melihat ketinggian gelombang yang bervariasi. Dengan meningkatnya suhu, jangkauan gelombang juga meningkat, karena es laut menghilang. Selain itu, periode bebas es di musim panas lebih panjang, membuat pantai jadi lebih rentan," lanjut Nielsen.
Pengetahuan tentang besarnya dan kecepatan perubahan ini masih kurang diketahui. Itu sebabnya penelitian ini dibuat terutama oleh para ilmuwan di Hamburg University, dan penghitungan dilakukan dengan kombinasi model baru, terang para peneliti.
Baca Juga: Beruang Kutub Berjalan Jauh Demi Bertahan Hidup Akibat Es yang Mencair
Mereka memperkirakan, tingkat erosi di masa depan menawarkan dasar yang sangat kuat untuk penelitian tentang hubungan antara pencairan lapisan es dan pelepasan karbon di kutub utara. "Temuan kami menunjukkan bahwa pergeseran menuju keberlanjutan yang lebih besar dan emisi gas rumah kaca yang secara signifikan lebih rendah dapat memperlambat percepatan di paruh kedua abad ini," terang Nielsen. "Namun, tidak mungkin untuk menghentikan hilangnya daratan sepenuhnya."
Sebelumnya, penelitian lain mengungkapkan bahayanya hilangnya es Arktika bagi beruang kutub. Dampaknya berakibat pada perpindahan beruang kutub ke kawasan lain demi mencari makan di kawasan yang lebih utara dari tempat asalnya.
Tak jarang pula mereka bergerak masuk ke lingkungan penduduk demi mendapatkan makanan. Temuan itu dapat menjadi saran konservasi dan sosial bagi pemangku kebijakan, tulis peneliti Oktober 2021.
Sementara temuan terbaru ini, menurut para peneliti, dapat menjadi informasi penting untuk perlindungan pantai, dan perencanaan politik dan sosial di daerah yang terdampak dari erosi.
Source | : | phys.org |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR