Nationalgeographic.co.id - Pada saat malam hari, ketika langit cerah biasanya kita dapat melihat bulan dan bintang. Objek berwarna abu-abu yang berjarak 384.400 kilometer dari Bumi tersebut merupakan satu-satunya satelit alami yang dimiliki planet kita.
Tidak hanya Bumi, planet lainnya dalam tata surya juga memiliki bulan. Bahkan planet cincin alias Saturnus diketahui memiliki 82 bulan. Dari puluhan bulan di sana, hanya 53 bulan Saturnus yang sudah memiliki nama, sedangkan 29 lainnya masih menunggu.
Dilansir dari Space.com, bulan terbesar yang dimiliki oleh Saturnus adalah Titan. Bulan ini menjadi yang terbesar kedua di tata surya setelah Ganymede yang mengorbit Jupiter. Nama Titan berasal dari mitologi Yunani, Titans. Dia adalah dewa tua yang memerintah alam semesta sebelum Olympians berkuasa.
Titan memiliki karakteristik yang unik. Bulan ini memiliki awan dan atmosfer tebal bak sebuah planet. Tidak ada bulan lain di tata surya yang seperti itu. Astronom Belanda, Christiaan Huygens pada tahun 1655 menjadi penemu Titan.
Para ilmuwan berpendapat kondisi di Titan sekarang mirip dengan yang ada di Bumi, saat planet ini masih muda. Hal utama yang membedakan adalah suhu, karena Bumi jauh lebih dekat dengan Matahari daripada Saturnus dan bulan-bulannya. Bahkan menurut Badan Antariksa Amerika Serikat atau NASA, Titan adalah satu-satunya dunia paling mirip Bumi yang pernah mereka temukan sejauh ini.
Permukaan Titan yang ditutupi kabut berwarna jingga menjadikannya misteri bagi para ilmuwan di Bumi hingga tahun 2005. Dengan ketinggian 600 kilometer, atmosfer Titan jauh lebih tinggi daripada yang dimiliki Bumi.
Baca Juga: Astronom Terbitkan Peta Sungai dan Anak Sungai Metana Cair di Titan
Oleh karena itu, Titan pernah dianggap sebagai bulan terbesar di tata surya. Namun, pada tahun 1980 wahana antariksa Voyager terbang cukup dekat untuk memeriksanya dan mendapati ukuran Titan lebih kecil dari yang dipikirkan sebelumnya.
Meskipun kondisi atmosfer Titan telah ditelisik oleh beberapa wahana antariksa. Tampaknya masih ada misteri yang belum dipecahkan olehnya. Diketahui metana dipecah oleh sinar Matahari, tetapi metana selalu ada di permukaannya. Para ilmuwan berpikir salah satu sumber potensial dari melimpanya metana di Titan adalah aktivitas gunung berapi, sayangnya hal ini belum dapat dikonfirmasi lebih lanjut.
Jet Propulsion Laboratory NASA melaporkan, di bulan terbesar Saturnus, Titan, wahana antariksa Cassini dan Huygens berhasil menunjukkan salah satu dunia paling mirip dengan Bumi yang pernah kita temui. Keadaan cuaca, iklim, dan geologi yang dimiliki Titan menyediakan cara baru bagi kita untuk memahami Bumi.
Di permukaan Titan terdapat danau-danau metana yang sebagian besar dapat ditemukan di dekat Kutub Selatannya. Terkait dengan hal itu, para ilmuwan menemukan fitur sementara yang mereka sebut sebagai "Pulau Ajaib" pada tahun 2014. Fitur tersebut diduga muncul karena gelembung nitrogen yang terbentuk di lautan Titan dan menciptakan sebuah pulau sementara yang akhirnya menghilang.
"Apa yang menurut saya sangat istimewa tentang Titan adalah dia memiliki danau dan laut metana serta etana cair, menjadikannya satu-satunya dunia lain di Tata Surya yang memiliki cairan stabil di permukaannya," kata Jason Hofgartner, ilmuwan planet dari Universitas Cornell kepada Space.com.
Menariknya Jason juga menjelaskan Titan tidak hanya memiliki danau dan laut, tetapi juga sungai dan bahkan hujan. Titan memiliki apa yang disebut sebagai siklus hidrologi dan kita dapat mempelajarinya secara analog dengan siklus hidrologi yang ada di Bumi.
Sebagian besar permukaan Titan ditutupi dengan bukit pasir yang terbuat dari hidrokarbon. Diduga bukit pasir di Titan mungkin menyerupai gurun Namibia di Afrika. Fitur lain seperti awan dan hujan metana di Titan disebabkan oleh metana cair. Selain itu juga terdapat awan es terbuat dari metana dan gas sianida juga terdapat di langit Titan.
Baca Juga: Tidak Hanya Terjadi di Bumi dan Mars, Badai Debu Juga Terjadi di Titan
"Titan terus memukau dengan proses alami yang serupa dengan yang ada di Bumi, tetapi melibatkan bahan yang berbeda dari air yang kita kenal," kata wakil ilmuwan proyek wahana antariksa Cassini, Scott Edgington dari Jet Propulsion Laboratory NASA di Pasadena, California, Amerika Serikat, dalam sebuah pernyataan.
Sinar matahari cukup redup di Titan dan iklim sebagian besar didorong oleh perubahan jumlah cahaya yang ada menyertai musim. Data juga menunjukkan keberadaan lautan cair di bawah permukaan, tetapi untuk mengonfirmasi keberadaannya diperlukan eksplorasi lebih jauh. Karena lebih banyak planet telah ditemukan di luar tata surya, Titan telah menjadi model berawan. Meneliti atmosfer bulan ini membantu para ilmuwan untuk memahami atmosfer sistem lain yang jauh.
Wahana Huygens yang dikirim ke sana dengan pesawat luar angkasa Cassini NASA pada tahun 15 Oktober 1997 dan tiba di Saturnus pada tanggal 30 Juni 2004. Huygens sendiri dibuat oleh Badan Antariksa Eropa. Perlu diketahui, Huygens adalah objek buatan manusia pertama yang mendarat di permukaan Titan.
Huygens diperlengkapi peralatan untuk mempelajari bulan itu dan dengan mendaratnya wahana tersebut di Titan, dia juga menemukan hal-hal yang mencengangkan. Misalnya, Huygens mendeteksi banyak gunung di atas ketinggian 3.048 meter di permukaan Titan.
Baca Juga: Metana dalam Gumpalan Bulan Saturnus Bisa Jadi Tanda Kehidupan Alien
Selama misi utama dan misi lanjutannya, Cassini dapat memperoleh data mendasar tentang struktur Titan dan komponen kimia organik yang kompleks di atmosfernya. Oleh temuan Cassini itulah, para ilmuwan menduga adanya lautan internal yang terdiri dari air dan amonia. Wahana tersebut juga telah mendeteksi perubahan musim, seperti ketika awan es terbentuk di belahan Selatan Titan pada tahun 2015 yang menunjukkan bahwa akan terdapat musim dingin ekstrim di daerah itu.
Fokus misi yang berkaitan dengan Titan adalah menemukan tanda-tanda perubahan musim dan aktivitas gunung berapi. Dalam misinya, gravitasi Titan sekali lagi mengirim Cassini ke tempat yang kita inginkan. Diperkirakan bahwa kondisi di Titan bisa membuat tempat itu lebih layak huni di masa depan.
Jika matahari meningkatkan suhunya 6 miliar tahun dari sekarang dan menjadi sebuah bintang raksasa merah, menurut beberapa simulasi yang telah dilakukan suhu di Titan bisa meningkat cukup untuk menciptakan lautan yang stabil di permukaan. Jika ini terjadi, kondisi di Titan bisa jadi mirip dengan Bumi, memungkinkan kondisi yang menguntungkan bagi beberapa bentuk kehidupan. Eksperimen di Bumi menunjukkan bahwa Titan bisa lebih layak huni daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Source | : | Space.com |
Penulis | : | Maria Gabrielle |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR