42.
Slam, Tjina, orang kampoengan,
Pada menenton semoea sekalian,
Ketjil besar tiada pilihan,
Njonja, Toean dengan srentaän.
43.
Kahar Iiwat sampe di larang,
Saking rame banjaknja orang,
Dagang makanan tiada koerang,
Soewatoe boewahan dan barang.
44.
Hari Kemis dari Bogornja,
Hari Djoemahat pegi nembaknja,
Moewara Petjah nama kampoengnja,
Tembak Boewaja aken Djendralnja.
45.
Makota plesir pegi menembak,
Ramenja orang soesa ketebak,
Preksa djalannja semoea lebak,
Boeaija itoe bekasnja terdiebak.
46.
Plesiran nembak boeat tandaän,
Poetra poelang bikin tjoentoan,
Dapet Betawi poenja perolehan,
Soepaja soedaranja di seraän.
47.
Binatang matjan bekas tangkepan,
Soepaja senang Poetra pengarepan,
Ketemoe lagi koetika kapan,
Tandanja plesir koedengan snapan,
48.
Binatang semoea kirim ka kapalnja,
Soepaja bawa poelang ka negrinja,
Keloear negri aken pertandaännja,
Pegi memboeroe tanda goenanja.
49.
Poelangnja Poetra di hari Saptoe,
Naik kreta jang nomor satoe,
Tetap pikirannja dengan tentoe,
Banjak ambtenar anter berbantoe.
50.
Betoei djam poekoel lima,
Soeda sore brangkat di roema,
Negri Eropa pesennja poma,
Melantjong tiada 'ken lama.
51.
Betoel datengnja lapan hari,
Makota Poetra Roes Bastari,
Djalan plesir keloear negri,
Soedah tjoekoep jang di atoeri.
52.
Banjak toean blakang toeroetin,
Naik kreta api pada deketin,
Sampe ka Tandjoeng semoea ikoetin,
Sekalian Njonja nonton meliatin.
53.
Toeroennja Poetra Tandjoeng Koeala,
Semoea jang berpangkat bersoela,
Sebab tjape dengan lela,
Tida menoeroet serba sala.
54.
Hamba moehoen srenta berpamitan,
Sekalian Ratoe Toean Sultan,
Karang Sair binatang oetan,
Sebab sobat djarang keliatan.
Karya Tan Teng Kie berjudul Sair dari hal datengnja Poetra Makoeta Keradjaan Roes di Betawi, dan Pegihnja dirilis setelah karyanya berjudul Sair Jalanan Kreta Api terbit pada 1890. Sementara itu karya Sair Kembang terbit pada 1898, menjadi karya terakhirnya yang sampai pada kita.
Bagaimana pandangan Teng Kie sebagai warga Hindia Belanda?
"Dalam Sair Kembang dan Sair Poetra Makoeta, terdiri atas madah-madah terhadap bangsa Belanda," tulis Saifur Rohman, seorang sastrawan, untuk Kompas Minggu. "Tetapi juga bisa dibaca sebagai sebuah saksi atas keterlibatan orang Inlander dalam pergulatannya untuk mewujudkan sebuah identitas kebangsaan yang kental."
Rohman menambahkan, Teng Kie berhasil menyisipkan sindiran atau satir dalam Sair Djalanan Kereta Api seperti gambaran pekerja pembangun rel kereta yang mendapat kecelakaan saat bekerja. "Satire itu mesti diterjemahkan sebagai serpihan perlawanan yang tak kunjung dipadukan menjadi sebuah mozaik yang melukiskan sebuah bangsa. Belum."
Tomi Lebang dalam Sahabat Lama, Era Baru, mengungkapkan bahwa catatan syair Teng Kie melukiskan kejadian bersejarah yang dituturkan dengan gaya Betawi nan lugas. "Kita berterima kasih pada Tan Teng Kie yang meyuguhkan reportase yang sangat 'basah' dan runut tentang peristiwa itu."
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR