Nationalgeographic.co.id - Ketika perkembangan Islam sedang berjaya di Timur Tengah, dan Eropa menghadapi masa kegelapannya, Islam bertumbuh dan tersebar ke arah timur dunia. Perlahan-lahan, kerajaan atau kesultanan Islam terbentuk di India, memengaruhi dinasti Tiongkok (Mongol), dan juga kepulauan Asia Tenggara.
Islam di kepulauan Asia Tenggara membutuhkan proses yang panjang dari sekadar hubungan dagang yang membuat beberapa penduduk berpindah agama, hingga akhirnya berdampak pada politik penguasa.
Negeri Sumatra-lah yang pertama kali terpapar Islamisasi, karena lokasinya selalu ramai untuk dilewati jalur laut internasional. Rute itu menghubungkan perdagangan laut dunia dari barat (India dan Timur Tengah) dan timur (Tiongkok).
Bahkan, nama Sumatra diyakini diadopsi dari penamaan yang dibuat oleh Ibnu Battutah , seorang petualang dari Maroko ketika menyambangi Kerajaan Samudera (Samudera Pasai).
Baca Juga: Menelisik Asal Nama 'Sumatra' dalam Catatan Penjelajah Barat dan Islam
Baca Juga: Cerita Anton Stolwijk Membuka Potret Sejarah Perang Aceh-Belanda
Baca Juga: Arca Megalitik Pasemah Ungkap Kehidupan Berdampingan Manusia dan Gajah
Dalam catatan perjalanannya Ar-Rihlah ilal Masyriq (yang biasa disingkat Al-Rihlah) tahun 1345 ia tiba di sana. Saat itu Samudera Pasai, atau Samatrah, dipimpin oleh Sultan Malik Az-Zahir yang menyambutnya dengan ramah.
"Menurut Ibn Batuthah, penduduk Samatrah (Samudera) menganut mazhab Syafi'i. Informasi mengenai mazhab Syafi'i ini sangat penting, sebab membuktikan bahwa Islam di Indonesia berasal langsung dari Arab, bukan dari Gujarat atau daerah india lainnya yang bermazhab Hanafi," tulis K. Subroto, peneliti di Lembaga Kajian Syamina dalam makalah Negara Islam di Sumatra 840 - 1903 M.
Penggunaan nama Sumatra untuk merujuk pulau terbesar di paling barat Indonesia ini bertahan hingga sekarang. Padahal, orientalis Inggris abad ke-19 William Marsden dalam The History of Sumatra, nama Sumatra sendiri asing bagi penduduk setempat yang menyebut negerinya sebagai Perca.
"Kontak paling awal antara penguasa di kepulauan Hindia dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah sejak masa Kekhalifahan Bani Umayah yang kala itu dipimpin oleh Khalifah Muawiyah (berkuasa 661-680 M)," terang Subroto. Muawiyah adalah putra dari Abu Sufyan, saudagar Mekah yang masuk Islam dalam peristiwa Pembebasan Mekah oleh Nabi Muhammad.
Namun diketahui kerajaana Islam pertama di Sumatra adalah Kerajaan Perlak (Peureulak) di Aceh, yang kemudian disusul oleh Lamuri dan Samudera Pasai.
Perlak sendiri diketahui berdiri pada 840 M, dan menurut naskah Hikayat Aceh, penyebaran agama Islam dilakukan oleh ulama Arab Syaikh Abdullah Arif. Kerajaan itu lantas menjadi kesultanan ketika dimpimpin Alauddin Syah sebagai sultan tahun 1161-1186 Masehi.
Keberadaan Perlak sebagai negara Islam juga tercatat oleh perjalanan Marco Polo dari Venesia yang menyebut kesinggahannya di Ferlec yang dipenuhi pedagang Muslim tahun 1291. Informasi yang sama juga diungkap oleh Chou Ku-fei, ahli geografi Tiongkok di tahun 1178 yang menyebut adanya negeri Muslim yang jaraknya lima hari pelayaran dari Jawa.
Baca Juga: Proses Kristenisasi dan Islamisasi Sulawesi Selatan yang Beriringan
Baca Juga: Orang Islam, Kristen dan Yahudi Mengalami Diskriminasi secara Berbeda
Baca Juga: Islam di Ammatoa, Peleburan Paham Agama dan Adat di Sulawesi Selatan
Sedangkan Samudera Pasai didirikan oleh Marah Silu, yang kemudian masuk Islam dengan gelar Sultan Malik As-Saleh tahun 1267.
"Samudera Pasai pada waktu itu ditinjau dari segi geografis, dan sosial ekonomi, memang merupakan suatu daerah yang penting sebagai penghubung antara pusat-pusat perdagangan yang terdapat di kepulauan Indonesia, India, Cina, dan Arab," Subroto menjelaskan.
"Ia merupakan pusat perdagangan yang sangat penting. Adanya mata uang itu (dirham) membuktikan bahwa kerajaan ini pada saat itu merupakan kerajaan yang makmur." Ibnu Battutah bahkan menggambarkan kerajaan itu sebagai "negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah".
Dari munculnya negara-negara Islam di Aceh inilah, menjadi tonggak penting penyebaran agama Islam itu sendiri ke penjuru Nusantara, lewat peran ulama. Selain itu, hubungan perdagangan dan politik dengan kerajaan-kerajaan Nusantara itu bahkan pada masa penjelajahan Eropa, membuat agama Islam lebih diterima.
Misalnya, ketika penyebaran Islam dan Kristen datang ke Sulawesi. Karena Raja Gowa lebih memercayai orang Melayu, membuatnya kerajaan-kerajaan mereka menganut agama Islam.
Source | : | academia |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR