Nationalgeographic.co.id—Di tengah Samudra Hindia, negara kepulauan Seychelles kaya dengan penyu hijau (Chelonia mydas) di masa lalu. Di abad ke-18, penyu dan telurnya digilai negara-negara Eropa sebagai makanan lezat, sehingga perdagangannya meluas sampai ke Samudera Hindia demi memenuhi kebutuhan pasar.
"Kura-kura dan khususnya sup penyu adalah makanan lezat bagi pejabat tinggi, khususnya pada kerajaan Inggris," ujar Adam Pritchard, ahli biologi konservasi dari University of Exeter, Inggris, dikutip dari Discover Magazine.
"Penyu hijau telah mengalami penurunan populasi besar-besaran dalam sejarah karena pemanenan intensif betina yang bersarang."
Masifnya perburuan penyu, membuat populasinya di Seychelles menyusut drastis dan perburannya dilarang pada tahun 1968. Pritchard mengatakan, dalam satu abad panen penyu, punya dampak ekstrem pada populasi, sehingga di tahun 1960 di pesisir Aldabra, hanya terlihat sekitar 2.000 telur di musim kawin tertentu.
Namun, penangkaran di Aldabra Atoll kini membawa kabar luar biasa. Populasi telur penyu dilaporkan meningkat drastis 15.000 per tahun dalam data terbaru yang dipublikasikan Pritchard dan tim di Endangered Species Research 3 Maret 2022.
Baca Juga: Keindahan Migrasi Puluhan Ribu Penyu yang Tertangkap Kamera Drone
Baca Juga: Miris, Penyu di Sulawesi Ditemukan Mati dengan Sirip yang Terputus
Baca Juga: Minum Urine Hingga Darah Penyu, Ini 5 Kisah Bertahan Hidup Paling Ekstrem
Berdasarkan rata-rata tiga sampai lima cengkeraman per betina, Pritchard menyampaikan, ada 3.000 sampai 5.000 penyu hijau mengunjungi pantai atol setiap tahun untuk bertelur. Artinya, ada peningkatan sekitar 500 persen sejak tahun 1960-an.
"Aldabra Atoll adalah tempat bertelur penyu hijau pertama yang dilindungi di Samudra Hindia Barat, dengan larangan penangkapan penyu pada tahun 1968, diikuti oleh pemantauan jangka panjang yang berkelanjutan oleh para peneliti Seychelles Islands Foundation," lanjutnya di Science Daily.
Tahun 2011, Jeanne Mortimer dari Seychelles Islands Foundation memimpin pencatatan tentang populasi penyu hijau dan mempublikasikan laporannya di BioOne Complete. Dia, yang sekarang juga menjadi rekan penulis penelitian terbaru Pritchard, mendapati populasi penyu hijau sudah pulih di atol. Data itu terputus pada 2008, dan penelitian terbaru ini hendak mengetahui apakah tren ini berlanjut dalam menghadapi berbagai faktor seperti perubahan iklim dan polusi laut.
Pritchard dan tim mengungkapkan dalam laporan, terdapat perbedaan antara pemulihan penyu hijau antara di pesisir dan atol. Di pantai terpanjang Aldabra, butuh waktu untuk lama untuk memulihkan jumlah penyu hijau, karena di sana tempat yang paling banyak dilakukan eksploitasi.
Selisih waktu pulihnya penyu hijau, menurut para peneliti, kemungkinan ada hubungannya dengan kecenderungan penyu betina untuk kembali ke pantai tempat mereka menetas. Tetapi, terkadang penyu akan mengunjungi pantai lain untuk beberapa waktu, dan kembali ke pantai ini untuk bersarang kembali.
"Peningkatan populasi penyu hijau Aldabra yang sedang berlangsung merupakan bukti perlindungan jangka panjang, dan menawarkan beberapa bukti nyata dari fakta bahwa kita dapat optimis tentang konservasi laut, dilaksanakan dengan baik," Brendan Godley dari Centre for Ecology and Conservation di Unviersity of Exter yang mengawasi penelitian berpendapat.
Baca Juga: Ketika Sains dan Kearifan Lokal Rajaampat Berpadu untuk Konservasi
Baca Juga: Angin Segar untuk Konservasi Badak Sumatra: Seekor Bayi Telah Lahir!
Baca Juga: Hasil Buka Sasi Kelompok Perempuan Rajaampat: Panen Besar Biota Laut
Namun, konservasi ini memiliki tantangan hambatan potensial untuk pemulihan yang berkelanjutan, tulis para peneliti. Polusi laut berupa sampah berjumlah besar dapat menghalangi betina untuk mencapai pantai untuk bertelur.
Seychelles Islands Foundation mengungkapkan, setelah tahun 2000 jumlah sampa yang dihadapi penyu hijau di laut berlipat ganda dibandingkan pada abad sebelumnya. Sehingga, Pritchard berpendapat, sampah ini membuat kehilangan banyak upaya penyu hijau yang gagal untuk bersarang yang tidak terdeteksi dalam penelitain.
Kemudian perubahan iklim bisa membuat spesies itu kesulitan beradaptasi dengan suhu di sekitarnya. Para peneliti memperkirakan, jika pasir di sekitar telur terlalu panas, akan memengaruhi jenis kelaminnya menjadi betina sehingga akan ada ketimpang jenis kelamin untuk berkembang biak di generasi selanjutnya.
Studi ini dilakukan oleh tim peneliti dari Seychelles Islands Foundation dengan dukungan analitis dari University of Exeter.
"Penyu hijau telah mengalami penurunan populasi besar-besaran dalam sejarah karena pemanenan intensif betina yang bersarang," kata penulis utama Adam Pritchard, dari Pusat Ekologi dan Konservasi di Kampus Penryn Exeter di Cornwall.
"Aldabra Atoll adalah tempat bertelur penyu hijau pertama yang dilindungi di Samudra Hindia Barat, dengan larangan penangkapan penyu pada tahun 1968, diikuti oleh pemantauan jangka panjang yang berkelanjutan oleh para peneliti Yayasan Kepulauan Seychelles."
Profesor Brendan Godley, yang membantu mengawasi penelitian, menambahkan: "Merupakan suatu kehormatan untuk mendukung analisis kerja puluhan tahun oleh tim Seychelles.
"Peningkatan populasi penyu hijau Aldabra yang sedang berlangsung merupakan bukti perlindungan jangka panjang, dan menawarkan beberapa bukti nyata dari fakta bahwa kita dapat optimis tentang konservasi laut, diberlakukan dengan baik."
Source | : | Science Daily,Discover Magazine |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR