Nationalgeographic.co.id—Untuk membina hubungan sosial, kita–manusia, mengenal rasa empati. Perasaan itu bahkan berada di area kognitif otak kita. Itu sebabnya kita bisa memahami penderitaan dan rasa sakit yang dihadapi orang lain, sebab perasaan kita yang tersentuh menyalakan saraf kognitif kita.
Sebuah studi baru, diterbitkan di Science Advances, mengungkap bahwa perasaan itu tidak hanya terjadi oleh dunia sosial manusia tetapi juga monyet. Penelitian yang diterbitkan Rabu (13/04/2022) itu menemukan bahwa dalam hubungan sosialnya, monyet rhesus (Macaca mulatta) memiliki simpul kuncu di bagian otak yang berhubungan dengan pengambilan keputusan sosial dan empati.
Para peneliti dalam makalah berjudul Social connections predict brain structure in a multidimensional free-ranging primate society itu menemukan bahwa semakin banyak kawanannya, suljus temporal superior-tengah (STS) dan insula ventral-disgranular tumbuh lebih besar.
Temuan seperti ini serupa pada manusia tentang jaringan sosialnya. Michael Platt dari Department of Neuroscience di University of Pennsylvania mengatakan di Science Daily, "Literatur, misalnya, mengaitkan variasi ukuran amigdala dengan jumlah teman Facebook yang Anda miliki. Tetapi sulit untuk mendapatkan data terperinci tentang interaksi sosial manusia karena kami tidak dapat mengikuti orang-orang sepanjang hari."
Untuk itulah mereka menggunakan monyet di dalam penelitian yang lebih mudah diamati. Temuan ini juga untuk pertama kalinya menghubungkan kompleksitas kehidupan sosial kelompok primata non-manusia pada struktur otaknya.
Monyet yang diteliti itu ada di Cayo Santiago, sebuah pulau di lepas pantai Puerto Rico. Platt dan rekan-rekannya mempelajari kelompok primata itu lebih satu dekade.
Mereka meninjau para monyet itu setelah Badai Maria di tahun 2017 yang menghantam pulau itu. Badai itu merusak ekosistem para monyet untuk bertahan hidup. Kemudian, para peneliti memeriksa, apakah kera itu menumbuhkan atau mempersempit jejaring sosial mereka dalam menghadapi sumber daya yang terbatas.
Ketika Camille Testard, penulis utama studi ini bergabung dalam pemantauan di tahun 2018, monyet rhesus itu menjadi lebih sosial dan menerima satu sama lain. "Ada banyak literatur tentang pentingnya hubungan sosial bagi primata–ini adalah bidang penelitian yang sangat aktif,” ujarnya.
Para peneliti telah mengumpulkan pemindaian untuk setiap individu monyet, termasuk kalangan monyet remaja dan bayi. Hasilnya, semakin dewasa individu yang memiliki banyak rekan membesar di bagian tengah STS dan ventral-disgranular mereka. Artinya, jaringan untuk membentuk empati sosial ini bertumbuh ketika usia semakin matang, dan ada banyak kawanan di sekitarnya.
Ventra-disgranular dianggap terlibat dalam ikatan dan empati. Misalnya, satu penelitian lain di Current Biology tahun 2011, ketika merangsang bagian ini secara elektrik pada monyet, mereka memiliki gerakan menjilat bibir yang welas asih.
Baca Juga: Pertama Kalinya, Ada Hewan Terlihat Berperan sebagai Dokter dan Pasien
Baca Juga: Kecenderungan Manusia Minum Minuman Keras Berasal dari Monyet
Baca Juga: Benarkah Hanoman Masuk dalam Spesies Homo erectus? Ini Kata Ahli
Baca Juga: 'Monkey Jones', Dokter yang Mencangkok Testis Monyet ke Manusia
"Ada sesuatu tentang keterampilan yang diperlukan untuk membuat dan mempertahankan banyak persahabatan yang Anda dapatkan dari orang tua," kata Platt. "Anda akan berpikir itu akan tertulis di otak ketika Anda lahir, tetapi tampaknya lebih mungkin muncul dari pola dan interaksi yang Anda miliki."
"Mungkin itu berarti juka ibumu bersosialisasi dan kamu punya kapasistas untuk bersosialisasi, otakmu bisa matang dengan cara yang terlihat seperti temuan yang kami temukan. Itu menarik," tambahnya.
Selain itu, kemampuan berhubungan dalam jaringan sosial telah diakui sebagai keberhasilan biologis primata. Dengan cara berteman seperti ini, beberapa penelitian lain telah membuktikan, akan membuat primata dapat menghasilkan banyak keturunan.
Para peneliti berencana memperluas lingkup penelitian mereka, dengan mempelajari populasi monyet Cayo Santiago, untuk melihat aspek bencana seperti Badai Maria punya pengaruh terhadap struktur otak.
"Ini bukan fenomena di lab. Ini adalah kehidupan nayata, dunia nyata," kata Platt. "Pekerjaan ini memberikan dasar untuk memahami bagaimana hewan-hewan ini bernavigasi. Benar-benar mendebarkan dan memuaskan bahwa pekerjaan yang dilakukan di lapangan ini menyinergikan pekerjaan yang telah kami lakukan di lab untuk waktu yang lama."
Source | : | Science Daily |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR