Nationalgeographic.co.id - Dalam minggu-minggu menjelang hari raya Paskah, wajah Guatemala berubah.
Dari jantung ibu kota yang padat hingga pedesaan terpencil di dataran tinggi, masyarakat berduyun-duyun turun ke jalan. Dalam sekejap, negara ini dipenuhi dengan beragam warna. Alun-alun dihiasi bunga dan dekorasi indah. Karya seni menghiasi jalanan tempat komunitas berkumpul bersama untuk bertukar sapa. Momen yang langka bagi masyarakat Guatemala.
Para pria dan wanita, terbungkus kain tradisional Maya berwarna cerah, mengangkat peti kayu yang berat. Peti ini mewakili kematian Yesus Kristus dalam tradisi Katolik memperingati kematiannya.
Dikenal sebagai Semana Santa atau Semana Mayor—Pekan Suci atau Pekan Besar—perayaan ini menjadi bagian dari budaya Guatemala. “Bahkan hampir lebih besar dari Natal,” tutur Juan Manuel Castillo, seorang antropolog Guatemala kepada National Geographic.
Perayaan yang menyatukan kesenjangan dan perpecahan budaya
Saat Semana Santa, penduduk Guatemala umumnya memiliki hari libur selama satu minggu. Namun perayaan untuk menyambut Pekan Suci ini sudah dimulai sejak bulan Februari. Dimulai dari perayaan kecil dan mencapai klimaksnya pada Jumat Agung dan Minggu Paskah. Pada kedua hari tersebut, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus dikenang.
Berita mengenai kesenjangan sosial dan perpecahan budaya cukup santer terdengar di Guatemala. Namun, perayaan Semana Santa menghilangkan semua masalah itu, meski untuk sementara.
Dibawa oleh penjajah Spanyol awal 1500-an, Pekan Suci memasukkan komponen dari berbagai budaya lokal yang membentuk Guatemala. Hasilnya adalah campuran kepercayaan Katolik berbalut tradisi Maya.
Dalam perayaan ini, orang-orang dari berbagai kelas sosial dan budaya saling berbaur dan melupakan perbedaan. Tahun ini, Semana Santa menjadi sangat spesial karena sempat absen selama 2 tahun berturut-turut. Akibat COVID-19, masker pun menjadi atribut kostum yang penting dalam perayaan Semana Santa.
“Ini adalah ruang di mana orang kaya, miskin, lulusan universitas, dan mereka yang tidak berpendidikan, pekerja kantoran, dan pedagang kaki lima saling bercengkerama,” kata Castillo.
“Itulah mengapa Semana Santa sangat penting bagi identitas nasional kita. Ini adalah ruang publik di mana kita semua berkumpul satu kali dalam setahun.”
Mendokumentasikan wajah persatuan negeri
Kebersamaan dalam perayaan Semana Santa di Guatemala menarik wisatawan untuk menyaksikannya secara langsung.
Ungkapan iman dan persatuan warga terpancar di wajah mereka saat mengambil bagian dalam prosesi pemakaman. Untuk sementara, mereka melupakan segala kesenjangan dan perpecahan budaya.
Baca Juga: Alfombra, Tradisi Lama Penuh Warna Warga Antigua Sambut Semana Santa
Baca Juga: Maximón, Santo Perokok dan Peminum Alkohol yang Dihormati di Guatemala
Baca Juga: Semana Santa, Tradisi Perayaan Paskah Flores
“Anda hanya melihat raut wajah mereka dan menyadari bahwa tidak ada hal lain yang penting saat itu,” kata Saul Martinez, fotografer yang mengunjungi Guatemala selama satu dekade. Menurutnya, perayaan sakral ini menjadi sangat indah karena dedikasi warga untuk mewujudkannya.
“Tingkat kejahatan menurun, Anda bisa berjalan-jalan dengan bebas tanpa rasa cemas. Sesuatu yang sering kali tidak bisa dilakukan di kota besar,” tambah Martinez.
Minggu Paskah sangat meriah. Ini menjadi ‘pelarian’ dari segala masalah yang menimpa negara tersebut. Orang-orang bergembira dan sejenak melupakan semua perbedaan.
Bagi Cristy Toj, mengambil bagian dalam perayaan tahun ini adalah 'seperti kembali ke kehidupan kita.'
Penduduk Guatemala berusia 59 tahun, dari suku Maya Quiché, tinggal di kota Quetzaltenango. Sebelum pandemi, Toj melakukan perjalanan berjam-jam ke kota kecil tempat dia dilahirkan, Santa Cruz del Quiché. Di sana ia merayakan Semana Santa bersama keluarga dan komunitasnya.
Setiap tahun, ia membuat roti madu tradisional, pan de yemas, untuk dibagikan kepada kerabat, teman, dan tetangga. Menelusuri sejarahnya, roti ini mengingatkan mereka akan Yesus Kristus memecahkan roti dan membagikannya di antara para pengikut-Nya.
Semana Santa berbalut budaya lokal menjadi identitas kebanggaan nasional warga Guatemala.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR