Rasa hormat pasukan tentara terhadap Hadrian ikut memuluskan kebijakan itu. Kaisar yang mantan tentara itu memelihara janggut ala militer, bahkan juga dalam potret resmi, dan ini untuk pertama kalinya dilakukan oleh seorang kaisar Romawi. Dia menghabiskan lebih dari separuh masa pemerintahannya yang berlangsung selama 21 tahun di sejumlah provinsi dan mengunjungi pasukannya di tiga benua. Ke mana pun Hadrian berkunjung, di situ didirikan dinding. “Dia menyampaikan pesan secara tersirat kepada para petinggi kekaisaran yang haus akan wilayah kekuasaan bahwa tidak akan ada lagi perang penaklukan wilayah,” ujar Birley.
Pada saat kaisar yang tidak bisa diam itu mangkat pada tahun 138, jaringan benteng dan jalan yang semula dimaksudkan untuk memasok legiun yang sedang maju berperang telah menjadi perbatasan yang membentang sepanjang ribuan kilometer. “Pasukan yang terlindung, seperti sebuah benteng, memagari dunia beradab dalam sebuah lingkaran, dari kawasan berpenduduk di Aetiopia hingga Phasis, dan dari Eufrat di bagian pedalaman hingga pulau besar terluar ke arah barat,” demikian diungkapkan seorang orator Yunani, Aelius Aristides, dengan bangga, tidak lama setelah Hadrian mangkat.
Di “pulau terluar” itu Hadrian membangun monumen yang mengabadikan namanya, sebuah benteng dari batu dan lapisan tanah yang membagi dua Inggris. Kini, Tembok Hadrian adalah salah satu bagian perbatasan Romawi yang paling baik pelestarian dan pendokumentasiannya. Sisa reruntuhan pembatas ini membentang sepanjang 118 kilometer.
!break!
Penelitian selama lebih dari satu abad membuat para ahli arkeologi memiliki pemahaman sangat baik tentang Tembok Hadrian. Dinding itu, yang mungkin dirancang sendiri oleh Hadrian dalam kunjungannya ke Inggris tahun 122, merupakan ungkapan sejati tentang upayanya untuk menentukan batas.
Di kebanyakan tempat, tembok batu itu tampil sangat mengesankan: setinggi 4,5 meter dan lebar tiga meter. Sisa-sisa parit sedalam tiga meter sepanjang tembok masih terlihat sampai sekarang. Beberapa pintu gerbang yang jaraknya teratur dilengkapi menara jaga setiap 500 meter.
Beberapa kilometer di balik tembok terdapat sederetan benteng berjarak sama satu sama lain yang dapat ditempuh pasukan selama setengah hari. Setiap benteng diawaki oleh 500-1.000 orang yang mampu bereaksi cepat menghadapi tiap serangan. Pada 1973, para pekerja menggali parit pembuangan di Vindolanda, benteng perbatasan yang biasa.
Mereka menemukan timbunan sisa-sisa barang peninggalan Romawi di bawah lapisan tebal tanah lempung. Lapisan basah itu menyimpan segala macam barang, mulai dari kayu bangunan berusia 1.900 tahun hingga kain, sisir kayu, sepatu kulit, dan kotoran anjing. Semuanya terawetkan oleh kondisi minim oksigen. Ketika menggali semakin dalam, para penggali menemukan ratusan tablet kayu rapuh sangat tipis yang dipenuhi tulisan. Tablet-tablet itu berisi keterangan tentang kehidupan sehari-hari di sepanjang Tembok Hadrian: perincian tugas, daftar nama petugas, permintaan peralatan, surat pribadi.
Para ilmuwan masa kini mengajukan pertanyaan penting yang mungkin terpikirkan juga oleh tentara Romawi. Sebenarnya, untuk apa mereka bertugas di situ? Ukuran dinding dan sistem pelengkapnya berupa parit, benteng, dan jalan menyiratkan bahwa musuh sangat ganas.
Namun, laporan dari Vindolanda nyaris tidak pernah berkisah tentang pasukan tentara yang depresi. Selain sedikit petunjuk di sana-sini—tak ada rujukan langsung tentang perang di perbatasan Inggris. Proyek pembangunan besar di utara pun bahkan tak disebut-sebut. “Kami merasa ada sesuatu yang besar yang sedang dibangun. Sejumlah besar perbekalan telah dipesan,” kata Andrew Birley, direktur penggalian di Vindolanda dan penulis biografi Hadrian, keponakan Anthony Birley. “Namun, mereka tidak merujuk ke tembok itu sendiri.”
Jika tembok itu tidak selalu berada dalam ancaman, lalu apa maksud pembangunannya? Sejak para kolektor benda antik Inggris mengorganisasi penggalian ilmiah pertama di sepanjang Tembok Hadrian pada 1890-an, para ahli sejarah dan ahli arkeologi berasumsi bahwa dinding Roma itu adalah benteng militer yang dirancang untuk melawan kaum Barbar dan para penyerbu yang ganas.
Para ahli arkeologi yang meneliti perbatasan ini pada 1970-an dan 1980-an belakangan mendapati bahwa Tirai Besi yang mencerai-beraikan Eropa itu memengaruhi pandangan mereka tentang masa lalu. “Di Jerman, terdapat batas yang kokoh, yang tampaknya sulit ditembus,” kata C. Sebastian Sommer, kepala ahli arkeologi di Bavarian State Preservation Office. “Gagasannya adalah memisahkan pihak sini dan sana, teman dan musuh.”
Kini, ahli arkeologi generasi baru memiliki pandangan berbeda. Tembok yang dramatis dan tak terputus itu mungkin merupakan sesuatu yang disengaja untuk menyesatkan. Dinding sepanjang 118 kilometer membuktikan kebijakan yang sebenarnya berbeda. Di Eropa, bangsa Romawi memanfaatkan rintangan alami berupa Sungai Rhine dan Sungai Danube, menjaga perairan mereka dengan pasukan angkatan laut yang kuat. Di Afrika Utara dan beberapa provinsi timur Suriah, Judea, dan Arab, gurun pasirlah yang menjadi perbatasan alami.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR