Nationalgeographic.co.id—Gladiator memegang posisi unik dalam masyarakat Romawi kuno. Mereka ditakuti sekaligus dicintai, dicerca dan dikagumi oleh orang-orang yang mereka hibur. “Gladiator menempati anak tangga terendah dari tangga sosial bersama para budak,” tutur Laura Hayward dilansir dari laman The Collector. Bahkan ada juga yang mengalami aib infamia—penghapusan semua hak warga negara.
Gladiator adalah pria, dan terkadang wanita, yang menghadapi ketakutan dan kebrutalan setiap hari. Mereka berjuang untuk bertahan hidup sebagai hiburan publik di seluruh Kekaisaran Romawi. Mirisnya, gladiator hanya meninggalkan arena sebagai pemenang atau mati dalam pertarungan.
Meski dianggap pahlawan di dunia hiburan, kisahnya tragis dan memilukan.
Asal-usul gladiator
Dipercaya secara luas bahwa konsep pertandingan dengan pakaian tempur sebagai bentuk hiburan berasal dari Etruria. Etruria berasal dari wilayah Etruria Italia dan kekuasaan mereka mencapai puncaknya pada abad ke-7 SM. Dalam budaya Etruscan, pertarungan berpasangan diadakan di permakaman prajurit yang mati. Ada juga bukti permainan permakaman yang diadakan untuk menghormati orang mati di Yunani sejak Zaman Perunggu.
Permainan gladiator pertama diperkenalkan di Romawi pada 264 SM. Di sini tiga pasang pria bertempur untuk menghormati kematian Decimus Iunius Pera. Pada 46 SM, Julius Caesar adalah orang pertama yang mengadakan permainan gladiator tanpa tujuan khusus untuk perayaan.
Ini terus berlanjut sampa era kekaisaran. Baik Augustus dan Trajan mengadakan permainan yang melibatkan ribuan gladiator selama masa pemerintahannya.
Kehidupan gladiator
Seseorang menjadi gladiator karena berbagai alasan. Banyak dari mereka adalah tawanan perang yang ditangkap dalam perang di seluruh kekaisaran. Beberapa adalah penjahat yang dihukum yang menghindari eksekusi dan dipaksa menjadi gladiator sebagai hukuman.
“Beberapa adalah warga negara merdeka yang mengikatkan diri pada pemilik gladiator dengan bayaran tertentu. Mereka bertarung di bawah nama pemilik itu,” Hayward menambahkan. Di luar itu, para budak juga dijual ke sekolah gladiator karena bakat fisik mereka.
Gladiator tinggal dan dilatih di sebuah sekolah, yang dikenal sebagai ludus, di bawah seorang pelatih (lanista), yang sering kali merupakan mantan gladiator. Dengan demikian, gladiator adalah komoditas mahal bagi pemilik sekolah dan, oleh karena itu, dirawat dengan baik. Mereka memiliki rezim pelatihan harian yang terstruktur dan diet ketat, seperti atlet zaman modern.
Istilah ‘gladiator’ berasal dari kata Latin gladius yang berarti pedang, peralatan vital untuk gladiator mana pun. Gladiator dibedakan oleh persenjataan dan baju tempur mereka dan setiap jenis gladiator memiliki nama tertentu.
Murmillo berasal dari ikan Mediterania. Gladiator ini memiliki lambang berbentuk ikan di helmnya. Dia dipersenjatai dengan perisai lonjong besar, pedang pendek, dan pelindung di kaki kiri. Samnite juga dipersenjatai dengan perisai persegi panjang dan pedang pendek. Dia mengenakan helm khas dengan pelindung seperti panggangan yang menawarkan perlindungan tetapi juga penglihatan terbatas.
Secutor mengenakan armor kelas menengah, yang memberikan perlindungan di lengan dan pelindung di satu kaki. Dia membawa perisai kecil untuk memungkinkannya bergerak lebih baik.
Gladiator bersenjata paling ringan adalah Retiarius. Gladiator ini hampir tidak mengenakan baju khusus dan senjatanya terdiri dari jaring dan trisula. Namun tanpa segala perlengkapan, Retiarius lebih lincah. Ia mampu menggunakan kecepatan untuk melampaui lawan-lawannya.
Menariknya, ada juga gladiator wanita yang sesekali muncul di arena. Gladiatrix, hanya bertarung dengan wanita lain. Biasanya, mereka tidak mengenakan baju tempur kecuali pelindung kaki satu serta membawa perisai lonjong dan pedang.
Bintang olahraga dari dunia kuno
Gladiator adalah paradoks sosial; mereka dikucilkan karena status sosialnya, tetapi sangat dikagumi karena keterampilan mereka. Popularitas gladiator dapat dilihat dari banyaknya benda sehari-hari yang membawa citra mereka. Lampu dan mangkuk rumah tangga yang dihias dengan pemandangan gladiator sangat umum.
Permainan umum, termasuk pertarungan gladiator, sangat populer di kalangan semua orang, mulai dari senator hingga budak. Hebatnya, ada bukti bahwa senator dan penunggang kuda bahkan ingin bertarung sebagai gladiator sendiri. Kaisar Augustus dan Tiberius memperkenalkan undang-undang yang melarang anggota kelompok elit masyarakat ini menjadi gladiator. Namun, sejarawan Romawi Cassius Dio mencatat bahwa Kaisar Commodus pernah menyatakan dirinya sebagai gladiator. “Ia dikatakan telah membunuh banyak pria dan binatang buas di arena publik untuk hiburannya sendiri,” Hayward mengungkapkan.
Kaisar Nero juga penggemar berat pertarungan gladiator dan bahkan mendirikan sekolah gladiatornya sendiri. Sejarawan Romawi Suetonius mengatakan bahwa Nero secara pribadi menghadiahi Spiculus sang Gladiator dengan rumah dan perkebunan. Nero memperlakukannya seolah-olah Spiculus adalah seorang jenderal pemenang yang kembali dari perang.
Penyair bahkan dikenal mendedikasikan puisi untuk gladiator terkenal. Martial menulis puisi untuk seorang petarung bernama Hermes yang merupakan seorang Retiarius dan juga seorang pelatih. Martial mengatakan dia sangat terampil sehingga dia bisa menang bahkan tanpa melukai lawannya.
Wanita Romawi dikatakan sangat terpikat dengan pria berotot dan pemberani di arena.
Keluar dari arena: menang atau mati
Nasib seorang gladiator dapat ditentukan dalam beberapa saat di arena. Rasa bahaya inilah yang benar-benar membangkitkan semangat kerumunan. Seluruh jadwal untuk hari permainan publik disusun di sekitar pertarungan gladiator. Acara lain, yang diadakan pada hari sebelumnya, termasuk perburuan binatang buas, pertempuran laut tiruan, dan eksekusi penjahat.
Ketika waktu mereka akhirnya tiba, para gladiator diarak mengelilingi arena untuk dikagumi orang banyak. Jika seorang kaisar hadir, mereka akan berdiri bersama dan menyatakan sebagai berikut: “Salam Kaisar! Kami, yang akan mati, salut padamu!”
Kemudian duel pertama akan dimulai. Tidak benar bahwa semua pertarungan gladiator berakhir dengan kematian salah satu petarung. Gladiator sangat mahal dan petarung yang kalah sering kali diampuni. Terutama jika mereka populer di kalangan orang banyak.
Baca Juga: Sejarah Berdarah Koloseum, Arena Hiburan dan Pembantaian Romawi
Baca Juga: Wanita-Wanita Tangguh dalam Pertarungan Brutal Gladiator Romawi
Baca Juga: Spartacus, Gladiator yang Pimpin Pemberontakan Budak Melawan Romawi
Baca Juga: Jenis-Jenis Gladiator dalam Pertarungan Mematikan Romawi Kuno
Baca Juga: Diet Unik Gladiator Romawi, Vegetarian dan Minum Abu Sebagai Tonik
Pemenang, secara teori, dapat memutuskan apakah dia akan memberikan hidup atau mati kepada lawannya. Tetapi jika kaisar hadir maka hak istimewa ini diberikan kepadanya. Kerumunan yang menderu juga sangat berpengaruh terhadap keputusan akhir. Kaisar akan menunjukkan pilihannya dengan jempol untuk grasi atau jempol menunjuk ke tenggorokan untuk kematian.
Gladiator yang berhasil biasanya diberi semacam hadiah. Ini bisa termasuk koin emas atau perak, serta waktu dengan pelacur. Mereka yang menjadi pemenang tetap pada akhirnya akan ditawari kebebasan mereka, atas kebijaksanaan lanista. Sebuah pedang kayu (rudis) kemudian disajikan kepada mereka sebagai simbol kebebasan mereka.
Peninggalan terakhir gladiator
Banyak dari apa yang kita ketahui tentang gladiator berasal dari literatur elit dan hanya ada sedikit bukti langsung tentang kehidupan mereka. Bukti prasasti menawarkan beberapa contoh terbaik tetapi bahkan ini tidak banyak tersedia.
Batu nisan permakaman mungkin adalah satu-satunya contoh peninggalan sang Gladiator. Prasasti ini dapat memberikan wawasan yang menarik tentang karir individu. Misalnya, batu nisan seorang gladiator terkenal bernama Flamma memberi tahu kita bahwa dia ditawari pedang kayu kebebasan empat kali. Setiap kali, dia menolaknya demi melanjutkan hidupnya di arena.
Ada juga detail sedih yang bisa ditemukan. Batu nisan seorang gladiator bernama Macedo memberi tahu kita bahwa dia meninggal pada usia dua puluh, setelah menyerah dalam pertarungan pertamanya.
Beberapa prasasti menyertakan informasi tambahan, seperti nasihat atau peringatan kepada orang lain. Seorang pria dengan bijaksana menyarankan bahwa setiap orang harus membunuh lawan mereka ketika mereka memiliki kesempatan.
Beberapa batu nisan gladiator menggunakan bahasa yang lebih formal dari prasasti permakaman. Ini mungkin upaya untuk mengangkat diri mereka dari status sosial mereka yang rendah. Pencitraan juga terkadang digunakan, seperti karangan bunga kemenangan di relief pemakaman di atas. Persenjataan khusus sering terlihat, yang bertujuan untuk mempersonalisasikan tugu peringatan.
Singkatnya, batu nisan adalah kesempatan berharga bagi seorang gladiator untuk mencerminkan identitas mereka sendiri. Ini juga menunjukkan pencapaian mereka, yang menentang kehidupan kebrutalan dan perbudakan yang tak terbayangkan.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR