Nationalgeographic.co.id—Tim ilmuwan dari Zoological Survey of India and the University of Calcutta telah menemukan spesies baru kera di hutan negara bagian Arunachal Pradesh, India. Spesies baru tersebut secara ilmiah bernama Macaca selai dan merupakan spesies yang terancam punah.
Penemuan Macaca selai telah dijelaskan dalam jurnal yang diterbitkan bulan ini di Molecular Phylogenetics and Evolution. Jurnal tersebut dapat diakses secara daring dengan judul "The Sela macaque (Macaca selai) is a distinct phylogenetic species that evolved from the Arunachal macaque following allopatric speciation."
Seperti diketahui, kera macaca adalah genus monyet Dunia Lama yang tersebar luas secara geografis. Spesies ini termasuk dalam famili Cercopithecidae yang mencakup semua monyet Dunia Lama kecuali kera antropoid (kelompok primata termasuk monyet dan kera).
Sebutan dunia lama merujuk pada sebagian wilayah dunia yang terdiri dari Eropa, Asia, dan Afrika sebelum ditemukannya Dunia Baru oleh Christopher Columbus. Monyet-monyet ini asli Asia dan Afrika dan memiliki penyebaran terluas dari semua primata non-manusia yang masih hidup di wilayah Dunia Lama.
Ada lebih dari 20 spesies Macaca yang diketahui hingga saat ini. Mulai dari Maroko dan Gibraltar di barat hingga Jepang, Taiwan, Filipina, termasuk Bali dan Sulawesi di Indonesia. Macaca dicirikan oleh moncong yang cukup panjang, gigi geraham bermahkota tinggi dengan puncak gigi yang sangat rendah, dan geraham ketiga yang panjang.
Mereka adalah pemakan buah, tetapi banyak yang mengonsumsi biji-bijian, daun, bunga, dan bahan tanaman lainnya dalam jumlah besar, serta berbagai mangsa hewan. Semua kera hidup dalam kelompok sosial multi-jantan yang relatif besar, dengan pasukan dari beberapa spesies yang terdiri dari 50 individu atau lebih.
Spesies yang baru diidentifikasi, secara ilmiah bernama Macaca selai, ditemukan selama studi lapangan di negara bagian Arunachal Pradesh di India. Primata ini memiliki wajah pucat dan warna bulu coklat, dan kemungkinan berevolusi dari kera Arunachal (Macaca munzala), spesies yang terancam punah dan baru ditemukan dari wilayah yang sama.
"Macaca selai secara menarik menunjukkan variasi genetik intra-spesifik yang tinggi dan juga memiliki setidaknya dua unit konservasi," kata Mukesh Thakur dari Zoological Survey of India dan rekan-rekannya seperti dikutip Sci-News.
"Selanjutnya, kami melaporkan lintasan demografis masa lalu dan mengukur variasi genetik yang diperlukan untuk klarifikasi taksonomi."
Klasifikasi taksonomi dianggap penting dalam dunia flora dan fauna. Taksonomi mempunyai manfaat besar karena menjadi dasar mengenal, mengelompokkan, dan memberi nama semua organisme yang ada di bumi ini. Termasuk kemudian upaya konservasi yang dapat dilakukan nantinya pada spesies tersebut.
Baca Juga: Urutan Vokal Simpanse Memberi Wawasan Tentang Evolusi Bahasa Manusia
Baca Juga: Makaka Pendaulat Takhta, Kisah Sosial Politik Yaki di Sulawesi Utara
Baca Juga: Sains Singkap Bayi Tertawa Seperti Kera Ketika Awal Kehidupannya
Baca Juga: Meski Pintar, Kera di Setiap Generasi Harus Belajar dari Nol Lagi
Kera Arunachal (M. munzala) adalah primata cercopithecine yang terancam punah dan baru ditemukan dari bagian barat Arunachal Pradesh, India. "Pada analisis genetik kera Arunachal, kami mengamati perbedaan genetik antar spesies yang terdistribusi secara spasial di antara sampel yang dikumpulkan dari Arunachal Pradesh," peneliti menjelaskan.
Peneliti mengatakan, hasil mereka menunjukkan bahwa kera Arunachal berevolusi menjadi dua spesies filogenetik sekitar 1,96 juta tahun yang lalu setelah spesiasi alopatrik melalui celah gunung Sela di Arunachal Pradesh, India.
"Studi ini juga mengidentifikasi area celah untuk melakukan survei untuk mendokumentasikan peninggalan dan populasi Macaca lintas batas yang tidak diketahui melalui kolaborasi lintas batas multinasional dan multilateral," kata para peneliti.
"Temuan baru penting untuk perencanaan konservasi dan pengelolaan kera Arunachal."
Source | : | Sci News,Molecular Phylogenetics and Evolution |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR