Nationalgeographic.co.id - Bagus dan Nisa, dua mahasiswa Universitas Negeri Jakarta sibuk memilih baju bekas yang hendak mereka ambil dari gantungan. Pakaian itu disediakan dalam acara Barter.in Vol. 1: Gerakan Saling Bertukar yang diselenggarakan pada Jumat, 3 Juni 2022. Baju bekas yang mereka pilih akan dibawa pulang oleh mereka setelah dibarter.
Acara itu diadakan di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah, Jakarta Selatan, oleh SayaPilihBumi—gerakan lingkungan untuk masyarakat dari National Geographic Indonesia, bersama sederet komunitas.
Sebelumnya, Bagus dan Nisa kurang memahami bahwa baju bekas layak pakai bisa ditukar cuma-cuma. Lewat kegiatan itu, baju bekas mereka dikurasi oleh panitia agar bisa diterima untuk ditukarkan. Setelah itu mereka dan pengunjung lainnya dipersilakan mengambil baju bekas layak pakai yang mereka suka untuk diambil.
"Kalau bajunya sekiranya sudah kekecilan atau enggak layak pakai saya simpan di lemari. Atau misalkan masih layak pakai, saya berikan adik-adik kalau masih muat dan masih cocok," kata Bagus. "Kayaknya, sih, kebanyakan dibuang kalau baju lusuh. Paling nahas itu nasibnya jadi [kain] lap."
Baca Juga: Tak Perlu Beli Baru, Ikuti Gerakan Saling Bertukar oleh SayaPilihBumi
Baca Juga: Saya Pilih Bumi: Laut Bukan Tempat Sampah, Jaga Tetap Lestari
Baca Juga: Upaya Kolaborasi untuk Mencegah Tenggelamnya Kota-kota Pesisir
Ada banyak pakaian yang bisa ditukar yakni atasan (kemeja, blus, outer, dan jaket), bawahan (jin, rok, celana pendek dan panjang), dan terusan (gaun dan jumpsuit). Tidak hanya itu, para pengunjung juga bisa memperbaiki pakaiannya yang rusak di dalam kegiatan ini.
"Kalau saya kepikiran buat di-repair atau didesain ulang. Dan salah satu minusnya, saya enggak bisa reproduct lagi baju bekas atau desain ulang. Jadi susah banget kan," kata Nisa.
Untuk memperbaiki pakaian rusak, pengunjung harus mendaftar lebih awal, dan terbatas untuk 50 pendaftar pertama. Sementara para pengunjung mengikuti barter diharuskan membawa maksimal tiga pakaian untuk ditukar dengan jumlah yang sama.
Bagus dan Nisa tidak sendiri. Meski kegiatan itu diadakan sejak Jumat pagi saat yang lainnya sibuk beraktivitas, para pengunjung kian ramai berdatangan di siang hari. Bahkan, beberapa dari pengunjung terlihat datang kembali untuk membarterkan pakaiannya lagi.
Head of Community and Campaign National Geographic Indonesia Diky Wahyudi Lubis mengatakan, acara ini diselenggarakan karena melihat tren gaya berpakaian jadi sorotan oleh SayaPilihBumi. Pakaian kerap jadi limbah yang terbuang begitu saja sehingga mengotori lingkungan.
Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIPSN KLHK) melaporkan, bahwa Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah tekstil.
Menurut Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto, jumlah itu setara dengan 12 persen limbah rumah tangga.
Selain itu, menurut European Parliament, produksi tekstil diperkirakan bertanggung jawab atas 20 persen pencemaran air bersih global.
Bahkan dampak lainnya, industri mode berpakaian diperkirakan bertanggung jawab atas 10 persen emisi karbon global. Produksi akan terus berjalan akibat permintaan konsumen yang terus berjalan untuk membeli pakaian baru.
"Kami mengajak masyarakat membawa satu budaya yaitu saling bertukar. Makanya, kami bikin gerakan Barter.in—gerakan saling bertukar dengan campaign #TakPerluBeliBaru," jelas Diky. "Artinya, bagaimana kita bisa menekan tingkat konsumerisme di masyarakat khususnya di generasi muda, karena gue ingin gerakan bertukar itu menjadi budaya anak muda hari ini."
Diky tidak hanya sekadar mengajak, tetapi juga turut menyumbangkan pakaian layak pakai pada kegiatan ini. Pakaian itu diletakkan bersama pakaian lainnya yang didonasikan.
Dia menambahkan kegiatan Barter.in akan terus berlanjut dan tidak hanya sekadar pakaian saja. "Enggak akan berhenti di hari ini dan akan lebih panjang, dan rencananya akan membuat pop-up store-nya."
Acara ini kemudian ditutup dengan penampilan langsung dari Suara Kayu di halaman Bentara Budaya Jakarta pada sore harinya.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR