Nationalgeographic.co.id—Tulang-tulang tentara yang terbunuh selama Pertempuran Waterloo mungkin telah dicuri dan dijual sebagai pupuk. Teori ini memberikan penjelasan mengapa hampir tidak ada sisa 50.000 korban yang pernah ditemukan.
Profesor Sejarah dan Arkeologi Konflik Tony Pollard mengungkapkan hasil penelitiannya dalam jurnal Conflict Archaeology.
Studi ini meneliti berbagai laporan langsung setelah pertempuran, yang dicatat dalam memoar, jurnal, dan karya seni. Pollard mengamati di mana ribuan korban pertempuran dimakamkan setelah perang.
Pengamatan setelah pertempuran berakhir
Salah satu catatan tersebut dicatat oleh James Ker, seorang pedagang Skotlandia yang tinggal di Brussel. Ia mengunjungi medan pertempuran tidak lama setelah pertempuran itu selesai. Ker menggambarkan orang-orang yang terluka maupun yang mati telah dipindahkan dari medan perang pada saat itu.
Newman Smith mengunjungi medan pertempuran pada 22 Juni, melaporkan melihat banyak kereta memindahkan yang terluka. Di sisi lain, masih banyak korban yang belum tersentuh di lapangan.
Isi catatan tentang perlakuan korban pertempuran pun berubah seiring berjalannya waktu. Dikatakan, orang yang meninggal telah dikubur atau dibuang dengan tergesa-gesa.
Sir Walter Scott pada bulan Agustus 1815 menulis, "Semua sisa-sisa pembantaian yang mengerikan telah dibakar atau dikubur."
Menurutnya, bau busuk di beberapa tempat, khususnya di La Haye Sainte dan Hougoumont, menunjukkan tindakan yang dilakukan dengan tergesa-gesa dan tidak sempurna.
Pollar juga meneliti karya seni James Rouse. Ia membuat lukisan kuburan massal di mana mayat sekitar 13.000 tentara yang tewas di kuburkan. Pada lukisan itu, tumpukan abu menunjukkan pembakaran pada mayat yang tidak bisa dikuburkan.
Namun meski banyak catatan tentang penguburan dan pembuangan mayat, sangat sedikit bukti tentang kuburan massal dan sisa-sisanya.
Mengapa tidak ada sisa-sisa yang pernah ditemukan?
Selama bertahun-tahun, berbagai penggalian arkeologi telah dilakukan di lokasi Pertempuran Waterloo. “Hampir tidak ada bukti kuburan yang pernah ditemukan,” tambah Pollard. Pada tahun 2015, sebuah tempat parkir yang dianggap sebagai lokasi kuburan diperiksa. Radar penembus tanah Tim Sutherland mendeteksi berbagai anomali di bawah beton.
Namun, tidak ada bukti kuburan massal, sisa-sisa manusia atau indikasi lubang yang telah digali. Sebagian berpendapat bahwa lokasi kuburan massal yang lebih jauh ke selatan. Pollard memiliki pendapat yang berbeda, ini diungkapkan di laporan penelitiannya.
Pollard menulis: "Karya seni dan catatan secara berlebihan mengungkap jumlah mayat di kuburan massal. Mayat korban jelas dibuang di berbagai lokasi di seluruh medan perang. Yang mengejutkan, tidak ada catatan yang dapat dipercaya tentang kuburan massal yang ditemukan selama abad terakhir."
Pollard kemudian berspekulasi tentang penggunaan tulang manusia sebagai pupuk.
Menurut Pollard, dalam dua dekade setelah Pertempuran Waterloo, medan perang Eropa menjadi pemasok tulang yang dapat digiling menjadi tepung. Tepung tulang merupakan salah satu bentuk pupuk yang paling efektif sebelum penemuan superfosfat pada tahun 1840-an.
Sebuah laporan oleh penulis tak dikenal yang diterbitkan pada tahun 1822 menunjukkan keberadaan pasar semacam itu. Laporan itu mengungkapkan, "Diperkirakan lebih dari satu juta gantang tulang manusia diimpor dari benua Eropa ke pelabuhan Hull." Penulis itu menjelaskan proses mereduksi tulang menjadi bubuk halus dan menghasilkan pupuk yang lebih baik dari zat apapun.
Sumber tambahan juga merujuk pada industri ini. Artikel di London Observer tahun 1822, artikel di London Spectator pada tahun 1829, dan catatan dari Black's Morayshire Directory menyatakan bahwa 309 ton tulang mendarat di Lossiemouth pada tahun 1862.
Meskipun demikian, gagasan bahwa tulang manusia digunakan untuk pupuk sering kali ditanggapi sebagai ‘mitos perkotaan’, ungkap Pollard.
Mengapa korban Pertempuran Waterloo yang dipilih?
Jika teori ini benar, muncul pertanyaan mengapa dan bagaimana perampok makam memilih mengambil tulang dari Waterloo.
Pollard memberikan beberapa penjelasan untuk tujuan ini.
Pertama, target utama dari operasi pencarian tulang adalah kuburan massal. Situs seperti medan pertempuran Waterloo, di mana ribuan mayat dikatakan telah dikuburkan, menjadi pilihan ideal.
Bagaimana kuburan massal ditemukan, Pollard menjelaskan bahwa orang-orang lokal tidak diragukan lagi bisa menjadi sumber informasi penting tentang lokasinya. Banyak dari mereka memiliki ingatan yang jelas tentang penguburan yang terjadi. Bahkan sebagian mungkin setelah berpartisipasi dalam proses itu sendiri.
Selain itu, tambah Pollard, buku panduan awal yang beredar pada saat itu mungkin telah merinci lokasi kuburan massal. “Pada dasarnya ini berfungsi sebagai ‘peta harta karun’ bagi para pencari tulang. Catatan ini mengarahkan mereka ke lokasi yang tepat.
Pencarian kuburan massal terus dilakukan
Namun, Pollard tidak puas hanya dengan memberikan teori tentang apa yang terjadi pada korban Waterloo. Ia akan memimpin survei geofisika ekstensif di medan pertempuran Waterloo, diperkirakan akan berlangsung beberapa tahun.
“Jika sisa-sisa manusia telah dipindahkan, maka harus ada bukti arkeologis dari lubang tempat mereka diambil, sekecil apapun itu,” jelasnya.
Pollard akan meneliti area medan perang yang luas selama beberapa tahun mendatang. Mereka akan mengidentifikasi area gangguan tanah serta peta distribusi. Semua ini dilakukan agar mendapatkan hasil yang jauh lebih pasti tentang nasib tentara yang mati di Waterloo.
Source | : | The Jerusalem Post |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR