Nationalgeographic.co.id—Telah sejak lama, serangga seringkali dianggap sebagai makhluk naluriah, tanpa pikiran dengan reaksi seperti robot terhadap dunia. Tapi belakangan, semakin banyak penelitian serangga menemukan bahwa mereka memiliki perilaku yang lebih kompleks. Terbaru, sekarang kita memiliki banyak bukti serangga juga merasakan sakit.
Sejumlah penelitian terbaru telah memberikan wawasan lebih terhadap serangga. Seperti perilaku lebah berkomunikasi melalui tarian atau pola kerjasama semut yang luar biasa. Penelitian baru ini juga menambah pertimbangan terkait perlindungan kesejahteraan hewan yang selama ini cenderung tidak mencakup serangga.
Penelitian baru tersebut telah dipublikasikan di Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences dengan judul "Descending control of nociception in insects?" baru-baru ini. Publikasi tersebut merupakan jurnal akses terbuka yang dapat diperoleh secara daring.
Seperti diketahui, nosisepsi adalah deteksi oleh sistem saraf sensorik dari rangsangan yang tidak menyenangkan. Termasuk pembakaran bahan kimia, pemotongan tajam, dan tekanan memar, memicu berbagai respons fisiologis dan perilaku pada hewan. Salah satunya adalah persepsi nyeri.
Dalam hal serangga, telah didokumentasikan dengan baik bahwa serangga memiliki respons penghindaran terhadap kontak yang berpotensi merusak.
Terlebih lagi, pada tahun 2019, percobaan mengungkapkan bahwa lalat buah yang umum dipelajari, Drosophila, menunjukkan gejala sakit kronis setelah peneliti mengangkat kaki lalat buah. Setelah lalat buah sembuh total, peneliti menemukan kaki kontralateral lalat buah menjadi hipersensitif.
Para penulis melacak hal ini pada lalat yang kehilangan mekanisme "rem rasa sakit" di bagian sarafnya. Mekanisme rem rasa sakit menenangkan persepsi rasa sakit, tetapi pada lalat buah, ketika saraf sensorik dirangsang secara berlebihan, itu mematikan rem sama sekali.
Tetapi, karena bakteri pun akan menjauh dari rangsangan yang tidak menyenangkan, mendeteksi rasa sakit di kehidupan lain tidak sesederhana mengamati reaksi negatif terhadap kontak yang berbahaya. Untuk secara sadar mencatat perasaan sakit, kita memerlukan sistem fisiologis kompleks yang terhubung ke otak kita, dan bahkan mungkin emosi.
Pada mamalia, nosiseptor (reseptor rasa sakit) mengirimkan alarm untuk rangsangan buruk ke otak kita, di mana neuron menghasilkan perasaan nyeri yang negatif dan subjektif, fisik, dan emosional.
Studi menunjukkan nosiseptif dan nyeri dapat diatur secara independen satu sama lain, dan telah mengidentifikasi sistem yang berbeda untuk pengaturan masing-masing. Tapi, ssistem ini belum sepenuhnya diidentifikasi pada serangga.
"Salah satu ciri dari persepsi rasa sakit manusia adalah bahwa hal itu dapat dimodulasi oleh sinyal saraf dari otak," kata ahli neurobiologi Queen Mary University, Mary Matilda Gibbons seperti dikutip oleh sciencealert.
Source | : | Sciencealert,Royal Society B: Biological Sciences |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR