Legenda Kematian Pythagoras
Ada beberapa teori yang menjelaskan bagaimana Pythagoras mati, tidak ada yang lebih meyakinkan daripada yang lain. Pythagoras dituduh percaya pada oligopoli, dan setelah kemenangan politik yang menghasilkan tuntutan untuk konstitusi yang demokratis, keadaan menjadi buruk baginya.
Cylon/Kylon dan Ninon, pendukung demokrasi dan menolak dari persaudaraan, membangkitkan sentimen populer terhadap Pythagoras. Pendukung pro-demokrasi menyerang gedung Pythagoras, membakarnya, dan beberapa catatan menunjukkan bahwa Pythagoras tewas dalam api.
Catatan lain bertentangan dengan ini, baik dengan alasan Pythagoras tidak pernah hadir di gedung, atau ia berhasil melarikan diri. Namun, beberapa cerita mengatakan bahwa ia ditolak suaka dari kota terdekat Locris dengan para pengikutnya, dan mereka binasa karena kelaparan di kuil Muses di kota Metapontum.
Namun pendapat lain mengatakan bahwa ketika gedung itu terbakar, murid-murid Pythagoras membuat jalan untuknya dengan berbaring di tanah satu demi satu, membuat jembatan untuk Pythagoras lewati. Pythagoras begitu putus asa sehingga ia melarikan diri, tetapi ia begitu diliputi rasa bersalah setelah kejadian itu sehingga ia bunuh diri.
Legenda lain, dikatakan bahwa Kylon/Cylon, yang merupakan putra seorang bangsawan, sangat ingin bergabung dengan sekte. Namun, ia ditolak karena ketidakmampuannya untuk mengikuti para penguasa ordo. Kemudian ia membentuk massa untuk membakar gedung persaudaraan sebagai pembalasan.
Saat anggota sekte melarikan diri dan massa menikam mereka, Pythagoras berhasil melarikan diri berkat kemurahan hati para pengikutnya yang membentuk jembatan manusia. Namun, jalannya membawanya ke ladang kacang, yang ia tolak untuk diinjak-injak. Berpegang teguh pada prinsipnya, dengan tegas, Pythagoras tetap berada di luar lapangan, di mana ia menjumpai ajalnya.
Perlu diketahui, bahwa sejarah tentang kematian Pythagoras misteri hingga saat ini. Hal ini karena keengganannya untuk catatan fisik.
Selain peraturan yang disebutkan di muka, Pythagoras juga melarang pengikutnya untuk menyimpan catatan tertulis tentang ajarannya. Para pengikutnya telah bersumpah untuk menjaga kerahasiaan. Menurut Sahir, hal ini akan menyulitkan sejarawan menjadi dua kali lipat.
“Sebagian besar dari apa yang kita ketahui tentang pria itu ditulis ratusan tahun setelah kematiannya,” pungkas Sahir.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR