Kemudian pendudukan wilayah tersebut dari tahun 1345 hingga sekitar tahun 1371 oleh pasukan raja Serbia Stefan Dušan, yang bercita-cita untuk menaklukkan wilayah Bizantium di Barat.
Dan pengepungan Tesalonika oleh pasukan Kesultanan atau Kekaisaran Utsmaniyah dari tahun 1383 hingga 1387, ketika wilayah Chalkidiki sering diserbu karena perebutan sumber makanan.
Chaldiki yaitu wilayah yang juga disebut Chalcidice. Berada sekitar 40 mil (64 kilometer) tenggara kota Thessaloniki di pantai barat laut Laut Aegea.
Maniotis bekerja sama dengan Theodoros Dogas, seorang arkeolog untuk Ephorate of Antiquities of Chalcidice dan Mount Athos. Lembaga tersebut merupakan badan arkeologi pemerintah wilayah tersebut.
"Pedang itu bisa berasal dari salah satu dari setidaknya tiga peristiwa militer yang terjadi di wilayah itu pada abad ke-14," kata Maniotis dan Dogas.
Catatan sejarah menyebutkan sebuah biara di situs tersebut setidaknya dari abad ke-11. Meskipun tidak diketahui apakah itu independen atau metochi -sebuah "gereja kedutaan" dari biara Gunung Athos, sebuah bangunan kuat di paling timur semenanjung Chalkidiki.
Para arkeolog secara singkat menggali situs tersebut pada tahun 2000 dan 2001, ketika pedang bermata satu itu ditemukan. Tetapi penggalian tahun ini telah menetapkan bahwa biara itu dikelilingi oleh dinding kokoh yang terbuat dari batu granit setebal 5,5 dan 6 kaki (1,7 hingga 2 meter).
Biara dan gereja yang dibangun dengan baik seperti itu sering digunakan sebagai tempat perlindungan lokal selama serangan, seperti serangan bajak laut.
Pusat-pusat gerejawi ini mungkin juga memiliki kekayaan mereka sendiri, seperti barang-barang keagamaan yang terbuat dari emas. Dan sering kali menyimpan persediaan biji-bijian.
Faktanya, para arkeolog telah menemukan biji-bijian biji-bijian di tingkat bawah menara di biara. Penelitian menunjukkan bahwa menara itu dulunya jauh lebih tinggi. Ada bukti bahwa struktur itu rusak parah akibat kebakaran di beberapa titik.
Senjata, termasuk kapak, panah, dan pedang bermata satu, ditemukan di lapisan arkeologi yang sama dengan kerusakan akibat kebakaran.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR