Nationalgeographic.co.id - Kawah tumbukan adalah proses geologi yang dominan di tata surya. Ini telah memengaruhi semua permukaan planet terestrial, menghasilkan permukaan yang rusak di Merkurius, Bulan, dan di dataran tinggi selatan Mars.
Peristiwa tumbukan bahkan telah memengaruhi atmosfer planet gas raksasa, seperti yang dicontohkan oleh dampak komet Shoemaker-Levy 9 dengan Jupiter pada tahun 1994, yang menghasilkan bercak seukuran Bumi di atmosfer.
Semakin keras Anda memukul sesuatu, maka semakin besar kemungkinannya untuk pecah. Atau, jika tidak pecah, setidaknya kehilangan sedikit integritas strukturalnya. Ini cara pemain bisbol memukul sarung tangan baru agar lebih lembut dan lebih fleksibel. Retakan, besar atau kecil, membentuk dan menjadi saksi bisu yang permanen tentang dampaknya. Para ilmuwan planet mempelajari bagaimana dampak tersebut memengaruhi benda-benda planet, asteroid, bulan, dan batuan lain di angkasa luar.
Dengan cara tersebut, membantu para ilmuwan dapat memahami geologi luar planet. Terutama tempat mencari materi berharga termasuk air, es, dan bahkan, kehidupan mikroba yang berpotensi.
Ilmuwan planet termasuk profesor Brandon Johnson, dan Sean Wiggins, peneliti pascadoktoral di Departemen Ilmu Bumi, Atmosfer, dan Planet di Fakultas Ilmu Pengetahuan Bumi, Atmosfer, dan Planet di Universitas Purdue, adalah yang termasuk dalam tim penelitian tersebut.
Setiap benda padat di tata surya terus-menerus dihantam oleh benturan, baik besar maupun kecil. Bahkan di Bumi, setiap tempat telah dipengaruhi oleh setidaknya tiga dampak besar. Menggunakan bulan sebagai subjek uji, Johnson, Wiggins, dan tim mereka mulai mengukur hubungan antara dampak dan porositas planet.
Para peneliti menggunakan data gravitasi bulan yang ekstensif dan pemodelan terperinci. Mereka menemukan bahwa ketika benda-benda besar menabrak bulan atau benda planet lainnya, benturan itu dapat memengaruhi permukaan dan struktur. Bahkan sangat jauh dari titik tumbukan dan jauh ke dalam planet atau bulan itu sendiri. Temuan ini telah diterbitkan dalam jurnal Nature Communications pada 16 Agustus dengan judul "Widespread impact-generated porosity in early planetary crusts." Studi tersebut menjelaskan data yang ada di bulan yang membingungkan para ilmuwan. Penelitian ini sebagian didanai oleh Program Analisis Data Lunar NASA.
Baca Juga: Bulan Terus Mengerut, Menyusut dan Retak Seperti Kulit Kismis
Baca Juga: Peneliti Temukan Kawah Tumbukan 'Tunggul Pohon' Raksasa di Mars
Baca Juga: Melihat Peta 190 Kawah di Bumi Bekas Hantaman Meteor dan Asteroid
"Misi GRAIL (Gravity Recovery and Interior Laboratory) NASA mengukur gravitasi bulan dan menunjukkan bahwa kerak bulan sangat berpori hingga kedalaman yang sangat dalam," kata Johnson. "Kami tidak memiliki deskripsi tentang bagaimana bulan akan menjadi sangat keropos. Ini adalah karya pertama yang benar-benar menunjukkan bahwa dampak besar mampu memecahkan kerak bulan dan menyebabkan porositas ini."
Memahami di mana planet dan bulan telah retak, dan mengapa, dapat membantu mengarahkan eksplorasi ruang angkasa. Ini juga memberi tahu para ilmuwan di mana tempat terbaik untuk mencari kehidupan. Di mana pun batu, air, dan udara bertemu dan berinteraksi, maka ada potensi kehidupan.
"Ada banyak hal yang membuat kami bersemangat," kata Wiggins. "Data kami menjelaskan sebuah misteri. Penelitian ini berimplikasi pada awal Bumi dan Mars. Jika kehidupan ada saat itu, ada dampak besar yang sebentar-sebentar akan mensterilkan planet dan mendidihkan lautan. Akan tetapi jika Anda memiliki kehidupan yang dapat bertahan hidup di pori-pori dan celah beberapa ratus kaki atau bahkan beberapa mil ke bawah, itu bisa bertahan. Mereka bisa menyediakan perlindungan ini di mana kehidupan bisa bersembunyi dari dampak semacam ini.”
"Temuan ini memiliki banyak potensi untuk mengarahkan misi masa depan di Mars atau di tempat lain. Ini dapat membantu pencarian langsung, memberi tahu kami di mana mencarinya," pungkas Wiggins.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR