Menurut salah satu sumber, penemuan timbal(II) asetat sebagai pemanis adalah sebuah kebetulan. Saat mencoba membuat produk jadi lebih manis, pembuat anggur Romawi bereksperimen. Mereka menggunakan berbagai bahan dan teknik persiapan. Suatu saat, mereka mencoba merebus sisa jus anggur yang tidak difermentasi dalam ceret timah. Ketika cara ini menghasilkan sirup termanis, mereka memutuskan untuk mulai membuatnya dalam jumlah besar. Dengan menggunakan ceret timah itu.
Keracunan gula yang mengandung timbal
Bangsa Romawi kemudian menemukan cara untuk mengubah timbal(II) asetat menjadi bentuk kristal. Ini berarti bahwa zat beracun dapat diproduksi menjadi garam meja atau gula.
Sebagai konsekuensi dari inovasi ini, konsumsi timbal(II) asetat menjadi lebih luas, karena mulai digunakan untuk memasak juga. Misalnya dalam buku resep Apicius, hampir seperlima dari resepnya untuk saus dibuat dengan gula timbal.
Asupan besar timbal ini berarti orang Romawi mulai menderita keracunan timbal. Beberapa gejala keracunan timbal adalah muntah, kesulitan kognitif, kelelahan, lekas marah, dan kehilangan nafsu makan. Kebetulan, keracunan ini dikenal juga sebagai 'plumbisme' atau 'saturnisme'. Gejala-gejala ini diyakini menyerupai sifat melankolis dan moody dewa Saturnus.
Beberapa sejarawan melangkah lebih jauh dengan mengatakan bahwa keracunan timballah yang menyebabkan berakhirnya Kekaisaran Romawi. Namun, para ahli itu menyoroti peran pipa timbal, yang digunakan untuk mengangkut air. Pipa ini menyebabkan banyak orang Romawi mengalami keracuran yang berakibat kematian.
Tampaknya bahaya keracunan timbal akhirnya dipahami oleh orang Romawi. Columella, misalnya, menganjurkan penggunaan pipa terakota untuk mengangkut air hujan. Menurutnya kombinasi ini memiliki efek terbaik pada kesehatan fisik seseorang. Tapi, Columella juga menyarankan agar anggur dicampur dengan gula timbal dalam bentuk sirup untuk mempermanisnya.
Vitruvius menunjukkan bahwa timbal putih diperoleh dari timbal. Karena timbal putih berbahaya bagi kesehatan manusia, secara tidak langsung pipa timbal juga berbahaya. Oleh karena itu, ia juga merekomendasikan agar pipa tanah liat digunakan sebagai gantinya.
Alih-alih menuruti saran ahli, tampaknya orang Romawi terus mengonsumsi timbal. “Pada akhirnya, kebiasaan ini berdampak negatif pada kekaisaran secara keseluruhan,” tutur Mingren.
Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo
Source | : | ancient origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR