Bangunan-bangunan tua, terutama di Laweyan, masih terlihat kokohnya berdiri. Perkampungan Laweyan inilah yang menjadi pusat batik Surakarta yang terus berkembang.
Pada masa kebangkitan nasional, batik adalah komoditas mahal yang membuat penduduknya jadi kaya raya. Tidak heran jika saat itu para pengusaha berkumpul mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) di perkampungan ini juga.
Batik Laweyan menghadapi tantangan. Mereka mencoba mengenalkan kembali batik yang selama ini disalahpahami. Banyak yang mengira bahwa batik hanyalah kain dengan pola tertentu dengan teknik apa pun.
Padahal, "Batik adalah proses pewarnaan pada bidang dengan lilin panas. Alat utamanya canting dan cat. Apa yang dibuat harus punya makna," terang pegiat batik Laweyan Alpha Fabela Priyatmono. Makanya, ia dan para pegiat batik di Laweyan mengadakan pendidikan batik.
Melalui proses pembuatannya, batik mengajarkan kita karakter seperti ketekunan dan kesabaran. Kebiasaan membatik membuat karakter mereka bertahan menghadapi pandemi COVID-19. Beberapa warga pengerajin dan pebisnis batik bahu-membahu agar tetap bertahan.
Semangat mereka mengenalkan kembali batik membuahkan hasil. Sejak 2004, Laweyan menjadi kampung wisata budaya karena situs sejarah dan budaya membatiknya. Ketika pandemi mereda, pengunjung pun kembali berdatangan ke Laweyan, baik untuk membeli kain batik maupun belajar membatik.
Kini, Didi dan Marshall melanjutkan misi pelajaran perjalanan mereka. Kota-kota berikutnya menanti mereka berdua memberikan kisah dan pelajaran berharga yang bisa diserap oleh masing-masing sudut pandang mereka.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR