Nationalgeographic.co.id - Badak merupakan hewan eksotis yang rentan punah. Kepunahan mereka yang paling signifikan akibat perburuan yang mencari cula mereka. Di alam liar, mereka tidak punya predator sejati yang mengintai mereka, kecuali manusia.
Tak segan-segan, biasanya para pemburu yang mengincar cula, melakukan pembunuhan terhadap badak di alam liar, dan mencabut paksa culanya dari kepala. Badak tersebar di Afrika dan Asia. Akan tetapi, yang kerap terjadi perburuan cula badak di Afrika demi kebutuhan permintaan yang tinggi di Asia. Cula mereka bisa menjadi ukiran hias dan pengobatan tradisional.
Segala upaya untuk melindungi makhluk ini dilakukan, mulai dari penangkaran hingga memperingati Hari Badak Sedunia setiap 22 September. Upaya lain yang kerap dilakukan oleh para jagawana adalah memotong cula badak menjadi sangat pendek.
Cula badak bukan seperti tanduk yang menyatu dengan tulang. Cula mereka terbuat dari keratin, bahan yang sama dengan pembentuk rambut dan kuku kita.
Namun, upaya konservasi memotong cula badak, terutama badak hitam. Hal ini jadi perhatian, mengingat cula mereka digunakan untuk bertahan hidup dan bertarung di alam liar.
Banyak yang percaya, jika kemampuan bertahan hidup ini dihilangkan. Dugaan itu berupa seekor badak bisa tewas jika sedang bertarung, dan punya dampak biologis, atau kurang menarik bagi lawan jenis untuk mengembangkan populasi.
Baca Juga: Vietnam Menjadi Konsumen Cula Badak Terbesar, Apa Alasan di Baliknya?
Baca Juga: Dunia Hewan: Teknologi Canggih Membantu Pelestarian Badak Putih Utara
Baca Juga: Eksperimen Menggantung Badak dari Helikopter Ini Raih Penghargaan
Baca Juga: Menyedihkan, Video Ini Tunjukkan Badak yang Sekarat Setelah Culanya Dipotong
Hal ini kemudian ditinjau oleh para peneliti di University of Bristol Vet School, KLHK dan Pariwisata Namibia, dan organisasi Save the Rhino Trust. Lewat laporan studi mereka, tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam faktor kunci pertumbuhan populasi seperti pembiakan, kelahiran, kelangsungan hidup, dan kematian, baik yang bercula maupun tidak.
Penelitian mereka diterbitkan di European Journal of Wildlife Research pada 15 Agustus 2022. Makalah mereka bertajuk "Effects of dehorning on population productivity in four Namibia sub-populations of black rhinoceros (Diceros bicornis bicornis)," dan dipimpin oleh Lucy Chimes dari Bristol Veterinary School.
"Dalam dunia yang ideal, tidak ada yang ingin menghilangkan salah satu fitur paling ikonik dari badak, culanya, tetapi sayangnya ini bukan dunia yang ideal dan perburuan tanpa henti telah memaksa banyak cagar alam untuk melakukan pemotongan cula," ujarnya.
Kegiatan pemotongan cula pada badak hitam ini dilakukan oleh sejumlah negara di Afrika, termasuk Namibia, Afrika Selatan, dan Zimbabwe. Penelitian ini fokus tujuannya adalah mengetahui tentang produktivitas populasi antara individu yang tidak bercula di empat sub-populasi badak hitam (Diceros bicornis bicornis) di Namibia.
Dalam proses pengamatan para peneliti, tidak ada bukti bahwa pemotongan cula bisa berdampak negatif pada badak hitam. Sehingga, mereka menyimpulkan, cara ini adalah teknik anti-perburuan yang cukup tepat. Tentunya, tindakan anti-perburuan ini tidak membahayakan pertumbuhan populasi badak pula.
Sebelumnya telah dikemukakan bahwa pemotongan tanduk dapat memiliki beberapa efek pada perilaku dan biologi badak, baik melalui konsekuensi tidak memiliki tanduk atau proses pemotongan itu sendiri, di mana hewan tersebut harus dibius.
"Studi kami menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam ukuran produktivitas populasi yang dievaluasi antara badak tidak bercula dan bercula, yang meyakinkan untuk penggunaan pemotongan cula sebagai pencegah anti-perburuan pada badak hitam," terang Chimes dalam rilis University of Bristol.
Chimes menerangkan, masih terlalu cepat untuk menyimpulkan bahwa tidak ada dampak negatif dari pemotongan cula sebagai anti-perburuan badak. Ukuran penelitian para peneliti masih kecil, sehingga masih dilanjutkan dengan jumlah yang lebih luas lagi.
Sangat penting untuk melakukan studi masa mendatang dalam pengumpulan data dari berbagai cagar alam, konservasi, dan taman nasional di banyak negara. Analisis yang lebih tidak hanya membuat mengetahui dampak dari pemotongan tanduk, tetapi juga efektivitasnya dalam mencegah perburuan, jelas Chimes.
Source | : | University of Bristol |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR