Nationalgeographic.co.id - Satu hal yang menarik di dunia hewan adalah proses migrasi. Migrasi burung adalah pergerakan musiman yang teratur, sering kali ke utara dan selatan di sepanjang jalur terbang, antara tempat berkembang biak dan musim dingin. Banyak spesies burung bermigrasi. Tentu saja migrasi ini membawa biaya tinggi dalam pemangsaan dan kematian. Termasuk dari perburuan oleh manusia, dan terutama didorong oleh ketersediaan makanan.
Perjalanan burung-burung yang bermigrasi di malam hari juga penuh dengan bahaya. Polusi cahaya menambah bahaya lain di luar peningkatan risiko tabrakan dengan gedung atau menara komunikasi.
Menurut sebuah studi baru dunia hewan, burung yang tertarik oleh pancaran cahaya buatan di malam hari tertarik ke daerah di mana mereka juga terpapar dengan konsentrasi bahan kimia beracun yang lebih tinggi di udara. Temuan studi ini telah diterbitkan dalam jurnal Global Change Biology pada 25 Oktober dengan judul “Light pollution enhances ground‐level exposure to airborne toxic chemicals for nocturnally migrating passerines.”
"Kami memeriksa korelasi antara konsentrasi bahan kimia beracun di udara, cahaya buatan di malam hari, dan kelimpahan mingguan 165 spesies burung penyanyi yang bermigrasi secara nokturnal," kata penulis utama Frank La Sorte di Cornell Lab of Ornithology. "Apa yang kami temukan adalah bahwa polusi cahaya memang meningkatkan paparan bahan kimia beracun ketika burung berhenti untuk beristirahat selama migrasi musim semi dan gugur. Anehnya, kami juga menemukan bahwa paparan bahan kimia beracun tinggi selama musim non-berkembang biak, saat burung biasanya menghindari polusi cahaya."
Para peneliti pertama-tama membandingkan tingkat cahaya buatan di malam hari dengan adanya 479 bahan kimia beracun dari 15.743 fasilitas pelepasan di seluruh benua Amerika Serikat. Mereka menemukan bahwa polusi cahaya yang lebih tinggi memang berkorelasi dengan tingkat bahan kimia beracun yang lebih tinggi di udara.
Para ilmuwan kemudian melakukan referensi silang data ini dengan kelimpahan mingguan 165 spesies burung penyanyi yang bermigrasi malam sepanjang siklus hidup tahunan mereka, menggunakan data dari program eBird Cornell Lab.
Satu-satunya waktu yang tidak mengungkapkan peningkatan paparan bahan kimia beracun adalah selama musim kawin ketika burung penyanyi biasanya bersarang di habitat yang jauh dari area aktivitas manusia yang intens.
"Salah satu wilayah yang menjadi perhatian khusus adalah di sepanjang Teluk Meksiko, terutama di Texas dan Louisiana," kata La Sorte. "Burung-burung yang bermigrasi yang menghabiskan musim dingin di wilayah ini terpapar konsentrasi yang lebih tinggi dari bahan kimia beracun di udara untuk waktu yang lebih lama—musim non-kawin merupakan bagian terbesar dari siklus hidup tahunan spesies ini."
Baca Juga: Jalur Migrasi Burung di Indonesia, Perubahan Cuaca pun Meruaya Mereka
Baca Juga: Gerak Medan Magnet Bumi Kian Cepat, Bagaimana Burung Migrasi Pulang?
Baca Juga: Rendahnya Populasi Burung Air Migran, Berkaitan Dengan Virus Unggas
Penelitian telah menunjukkan bahwa polusi udara telah menyebabkan beberapa spesies berhenti bermigrasi, mengubah ketinggian migrasi, atau mengubah arah mereka. Paparan jangka panjang terhadap bahan kimia beracun dapat mengganggu fungsi sel dan organ. Kontaminasi dapat terbawa ke anak-anak mereka yang lebih muda melalui transfer bahan kimia dari betina yang bersarang ke telurnya.
Secara total, penelitian ini menunjukkan bahwa pengamatan yang diberikan oleh sukarelawan peserta eBird memungkinkan para ilmuwan untuk lebih memahami berbagai implikasi polusi cahaya bagi burung yang bermigrasi di malam hari.
"Upaya untuk mengurangi polusi cahaya selama musim semi dan musim gugur akan mengurangi kemungkinan kontaminasi kimia beracun selama persinggahan migrasi. Ini akan meningkatkan kelangsungan hidup dan keberhasilan reproduksi," kata La Sorte. "Namun, ini tidak akan berpengaruh pada paparan jangka panjang yang terjadi di sepanjang Pantai Teluk AS, wilayah yang bisa menjadi sumber kontaminasi kimia beracun yang signifikan bagi burung-burung Amerika Utara."
Source | : | ENN |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR