Nationalgeographic.co.id—Studi-studi sebelumnya yang dilakukan di banyak negara lain menunjukkan bahwa insektisida neonikotinoid telah mencemari perairan lingkungan dan mengurangi kelimpahan invertebrata air. Bagaimana dengan perairan di Indonesia?
Indonesia, negara tropis yang terletak di Asia Tenggara, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dianggap sebagai salah satu dari 17 negara megadiverse di dunia. Negara ini juga kaya akan tanah subur yang luas dan melimpah, menjadikannya salah satu pusat agrobiodiversitas kultivar tanaman dunia.
Berbagai macam produk pertanian tropis diproduksi di Indonesia, termasuk padi, yang merupakan tanaman budidaya utama dan sumber makanan pokok utama dalam makanan Indonesia. Tingginya permintaan beras atau padi telah menjadikan negara ini sebagai produsen beras terbesar ketiga di dunia, dengan rata-rata produksi beras tahunan sebesar 59 juta ton dalam 10 tahun terakhir, berdasarkan data dari FAO 2021.
Kegiatan budidaya padi di Indonesia ini mengandalkan neonikotinoid untuk mengendalikan hama, sehingga dapat menghasilkan panen yang sukses. Sebanyak 126 merek insektisida yang mengandung neonikotinoid telah mendapat izin edar dari Kementerian Pertanian RI untuk digunakan masyarakat.
Neonikotinoid merupakan golongan insektisida sistemik dengan struktur kimia yang mirip dengan nikotin dan bekerja dengan menyerang sistem saraf serangga hama, terdiri atas acetamiprid, clothianidin, dinotefuran, imidakloprid, nitenpyram, thiacloprid, dan thiamethoxam. Meskipun berguna dalam memberantas hama pada budidaya padi, penggunaan neonikotinoid, bagaimanapun, juga mengakibatkan pencemaran perairan lingkungan di sekitar lahan pertanian.
Neonikotinoid memiliki sifat kelarutan dalam air yang tinggi, absorbansi yang rendah oleh tanah, ketahanan terhadap hidrolisis, dan memiliki waktu paruh yang panjang. Sifat-sifat ini menyebabkan neonikotinoid lebih persisten sehingga mudah berpindah dari sawah ke lingkungan perairan terdekat.
Studi-studi sebelumnya di beberapa negara telah mengkonfirmasi bahwa kehadiran neonicotinoid di lingkungan perairan mengurangi kelimpahan invertebrata air non-target seperti serangga air dan zooplankton, yang mengarah ke penurunan populasi predatornya, seperti burung, belut, dan smelt, melalui sistem rantai makanan.
Namun, belum ada studi soal pencemara neonikotinoid di perairan Indonesia. Sebuah studi baru mencoba menutupi kekosongan itu dengan mengambil sampel perairan muara di Indramayu. Kabupaten Indramayu yang terletak di Provinsi Jawa Barat dipilih karena merupakan salah satu daerah penghasil beras terbesar Indonesia Berdasarkan data BPS 2021, total luas panen pandi di Indramayu mencapai 229 ribu hektare dan rata-rata produksi beras tahunan mencapai 1,5 juta ton dari dua hingga tiga periode tanam dalam 10 tahun terakhir.
Baca Juga: Awas! Membasmi Kecoak dengan Insektisida Membuatnya Lebih Kuat
Baca Juga: Pestisida, Berbahaya dan Sekaligus Menjadi Candu Bagi Lebah Madu
Baca Juga: Pestisida Bertanggung Jawab Terhadap Epidemi Obesitas Global
"Penelitian ini menganalisis konsentrasi neonikotinoid di perairan muara Kabupaten Indramayu, Indonesia, dan potensi toksisitasnya terhadap lingkungan perairan. Pengumpulan data meliputi pengambilan sampel dan analisis air, analisis daerah aliran sungai (DAS) dan sawah, serta tinjauan pustaka," tulis para peneliti dalam laporan studi mereka yang telah terbit di jurnal Heliyon pada Agustus 2022.
Source | : | Heliyon |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR