Pembungkus ini dilepas sebentar setiap dua hari untuk mencegah darah dan nanah menginfeksi kaki. Kadang-kadang daging yang "berlebihan" dipotong atau dibiarkan membusuk.
Gadis-gadis itu terpaksa berjalan jauh untuk mempercepat patahnya lengkungan kaki. Seiring waktu, pembungkusnya menjadi lebih ketat dan sepatu menjadi lebih kecil karena tumit dan solnya disatukan.
Setelah dua tahun, prosesnya selesai, menciptakan celah yang dalam yang dapat menahan koin di tempatnya. Begitu sebuah kaki dihancurkan dan diikat, bentuknya tidak dapat dikembalikan tanpa seorang wanita mengalami rasa sakit yang sama lagi.
Mengapa praktik pengikatan kaki bertahan selama satu milenium di Tiongkok?
Pengikatan kaki, yang dimulai sebagai dorongan gaya, menjadi ekspresi identitas Han setelah invasi Mongol pada tahun 1279. Fakta bahwa itu hanya dilakukan oleh wanita Tiongkok mengubah praktik tersebut menjadi semacam simbol kebanggaan etnis. Upaya berkala untuk melarangnya, seperti yang dicoba oleh orang Manchu pada abad ke-17. Namun larangan itu sebenarnya bertujuan untuk menghapus makna dan tujuan di baliknya alih-alih praktik menyakitkan.
Bagi orang Tiongkok, praktik itu adalah bukti keunggulan budaya mereka terhadap orang barbar kasar yang memerintah mereka. Itu menjadi titik perbedaan lain antara Han dan seluruh dunia.
Mengikat kaki sebagai komitmen terhadap nilai-nilai Konfusionisme
Cendekiawan Konfusius pada awalnya mengutuk pengikatan kaki sebagai hal yang sembrono. Namun mereka menekannya pada pentingnya kepatuhan seorang wanita terhadap suami dan keluarga.
Bentuk-bentuk awal Konfusianisme telah menekankan kesalehan, tugas, dan pembelajaran berbakti. Bentuk yang berkembang selama era Song, Neo-Konfusianisme, adalah agama negara terdekat yang dimiliki Tiongkok. Ini menekankan keutuhan harmoni sosial, ortodoksi moral dan perilaku ritual. Bagi wanita, Neo-Konfusianisme memberi penekanan ekstra pada kesucian, kepatuhan, dan ketekunan.
Baca Juga: Tujuh Pemimpin Gila Sepanjang Sejarah, dari Tiongkok Kuno hingga Rusia
Baca Juga: 8.000 Prajurit Terakota: para Penjaga Kaisar Qin Shi Huang di Akhirat
Source | : | britannica,Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR